Mohon tunggu...
humamul firdaus
humamul firdaus Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - mahasiswa unisnu

mahasiswa unisnu

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengenal Perkembangan Anak Disleksia

14 Desember 2019   20:24 Diperbarui: 14 Desember 2019   20:40 1086
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Abstrak

Perkembangan setiap anak slalu berbeda-beda, tapi pada dasarnya sama-sama untuk mencapai kematangan yang normative. Bagi anak yang mengalami masalah dalam perkembangan atau gagal tumbuh (nonnormative) pada terminology psikologi atau dalam dunia pendidikan dikenal denga anak berkebutuhan khusus (ABK). Disleksia merupakan salah satu dari anak berkebutuhan khusu, disleksia merupakan suatu kesulitan dalam hal belajar membaca dan menulis yang berbeda dengan anak seumuranya. Kesulitan dalam hal membaca dan menulis ini mengakibatkan penderita disleksia mengalami gangguan dalam bidang akademik. Penanganan anak disleksia harus segera ditangani sejak dini pada masa prasekolah. Program penanganan anak pada prasekolah meliputi persepsi, sensori-motor, komunikasi dan kognitif

Kata kunci perkembangan anak, Disleksia

Abstract

The development of each child is always different, but basically together to achieve normative maturity. For children who experience problems in development or failure to grow (nonnormative) in psychological terminology or in the world of education known as children with special needs (ABK). Dyslexia is one of the special needs children, dyslexia is a difficulty in learning to read and write that is different from children of his age. Difficulties in reading and writing have caused dyslexic sufferers to experience interference in the academic field. Management of dyslexic children must be handled early on in preschool. Preschool children's handling programs include perception, sensory-motor, communication and cognitive

Pendahuluan

Sejak dimulai dari kelahiran sampai pada fase akhir hayat manusia terus mengalami perkembangan, mulai dari perkembangan fisik, social emosional, bahasa, dan kognitif. Masa tumbuh kembang anak-anak berakhir di umur 18 tahun, dan perkembangan otak anak usia empat bulan sudah mencapai 20 persen. Secara umum perkembangan berhubungan dengan percepatan dan perlambatan dimana akan didapatkan tahap penting dalam tugas perkembangan manusia. Untuk mampu mengenal bagaimana perkembangan anak, maka kita perlu melihat usia dan juga progress perkembangan anak tersebut, karena perkembangan terjadi seiring berjalanya waktu. Setiap anak memiliki pertumbuhan yang berbeda-beda, namu pada dasarnya sama untuk mencapai tahap kematangan yang normatif. Namun ada beberapa perbedaan bagi anak yang memiliki tumbuh kembang yang berbeda atau seringf dikenal dengan anak gagal tumbuh (non normatif) pada terminology psikologi. Anak yang demikian dalam dunia pendidikan dikenal dengan sebutan anak berkebutuhan khusus.

Ketidak matangan dalam perkembangan dipahami sebagai keterlambatan dalam perkembangan, hal ini terjadi karena kurangnya stimulus dini dan juga cidera otak, yang mengakibatkan adanya keterlambatan perkembangan.

Anak dengan dugaan disleksia memilii masalah dalam kematangan tertentu yang akan mengakibatkan kesulitan dalam kegiatan pembelajaran (akademik). Hal ini terjadi karena anak disleksia memiliki kekurangan dalam hal membaca maupun menulis. Kegiatan membaca dan menulis ini menuntut kematangan motoric halus, gerak bola mata, dan persepsi visual auditory.

Banyaknya kasus kurangnya pengetahuan orang tua dan guru mengenai ciri-ciri anak dengan suspek disleksia ini mengakibatkan penderita disleksia telat untuk mendapatkan tindakan yang tepat yang dapat mengurangi dan mengatasi masalah disleksia, jika penderita disleksia tidak segera mendapatkan sebuah tritmen yang tepat maka tentunya akan memperparah kondisinya.

Hal ini menggerakan kami untuk menulis artikel ini dengan tujuan agar orang tua mampu mengenali perkembangan anak dan mengenal gejala disleksia sejak dini, sehingga orang tua mampu memberikan tindakan untuk meminimalisir disleksia, bahkan untuk menyembuhkannya.

METODOLOGI PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penulisan tugas ini ialah menggunakan studi pustaka atau dengan mengumpulkan bahan atau data dari berbagai sumber buku yang berhubungan dengan perkembangan bahasa pada anak sekolah dasar. Adapun manfaat dari penulisan tugas ini ialah agar orang tua mampu mengenali perkembangan anak dan mengenal gejala disleksia sejak dini, sehingga orang tua mampu memberikan tindakan untuk meminimalisir disleksia, bahkan untuk menyembuhkannya.

Pembahasan

Pengertian Disleksia

Kesulitan belajar adalah gangguan dalam kemampuan belajar termasuk dalam hal berbicara, mendengarkan, membaca, menulis, atau kemampuan matematika. Anak yang mengalami kesulitan belajar terlihat dari kemampuan akademiknya yang lebih rendah dari intelegensi teman seumuranya. Sering sekali kesulitan belajar ini bersamaan dengan kesulitan lainya seperti ADHD (Attention Deficit/hyperactivity disorder) yang disebabkan oleh faktor keturunan.

Salah satu jenis kesulitan belajar adalah kesulitan membaca dan menulis (disleksia). Disleksia berasal dari kata Yunani yaitu "dys" yang berarti kesulitan dan "leksia" yang berarti kata-kata. Dengan kata lain, disleksia berarti kesulitan dalam mengolah kata-kata. Ketua Pelaksana Harian Asosiasi Disleksia Indonesia dr Kristiantini Dewi, Sp A, menjelaskan, disleksia merupakan kelainan dengan dasar kelainan neurobiologis dan ditandai dengan kesulitan dalam mengenali kata dengan tepat atau akurat dalam pengejaan dan dalam kemampuan mengode simbol. Terdapat dua macam disleksia, yaitu developmental dyslexia dan acquired dyslexia.

Developmental Dyslexia merupakan bawaan sejak lahir dan karena faktor genetis atau keturunan. Penyandang disleksia akan membawa kelainan ini seumur hidupnya atau tidak dapat disembuhkan. Tidak hanya mengalami kesulitan membaca, mereka juga mengalami hambatan mengeja, menulis, dan beberapa aspek bahasa yang lain. Meski demikian, anak-anak penyandang disleksia memiliki tingkat kecerdasan normal atau bahkan di atas rata-rata. Dengan penanganan khusus, hambatan yang mereka alami bisa diminimalkan. Dan acquired dyslexia didapat karena gangguan atau perubahan cara otak kiri membaca.

Sejumlah ahli juga mendefinisikan disleksia sebagai suatu kondisi pemrosesan input atau informasi yang berbeda (dari anak normal) yang sering kali ditandai dengan kesulitan dalam membaca yang dapat memengaruhi area kognisi, seperti daya ingat, kecepatan pemrosesan input, kemampuan pengaturan waktu, aspek koordinasi, dan pengendalian gerak. Dapat juga terjadi kesulitan visual dan fonologis, dan biasanya terdapat perbedaan kemampuan di berbagai aspek perkembangan.

Disleksia adalah ketidakmampuan belajar yang terutama mengenai dasar berbahasa tertentu, yang mempengaruhi kemampuan mempelajari kata-kata dan membaca meskipun anak memiliki tingkat kecerdasan rata-rata atau diatas rata-rata, motivasi dan kesempatan pendidikan yang cukup serta penglihatan dan pendengaran yang normal.

Proses Belajar Membaca

Anak dapat belajar dengan sendirinya dari lingkungan, sedangkan untuk belajar membaca dan menulis anak membutuhkan bimbingan. Membaca merupakan proses yang melibatkan otak kanan dan kiri. Untuk dapat membaca dengan normal maka anak harus:

Tidak ada gangguan penglihatan dan pendengaran yang berat.

Pemahaman bahasa verbal cukup.

Pergerakan bola mata untuk mengikuti barisan tulisan cukup baik. Untuk tulisan penutur Bahasa Indonesia dibutuhkan gerakan mata dari kiri ke kanan, sedangkan untuk tulisan Arab maka gerakan bola mata dari kanan ke kiri (Kusumo Putro, 1995, William Feldman, 2002).

Tidak ada gangguan motorik atau koordinasi motoric untuk berbicara (kelumpuhan atau praksis mulut).

Perlu faktor pendukung seperti lingkungan dan juga pendidikan anak yang menunjang, dan harus ada perhatian dan motivasi dari untuk membaca (Njiokiktjien, 1986).

Penyebab dan Patogenesis

Pathogenesis disleksia terletak pada struktur dan fungsi otak, pada umumnya di belahan otak kiri (hamisfer), sebagian pada belahan otak kanan, korus kolosum, dan dalam kepustakaan disebutkan adanya gangguan fungsi antar belahan otak (interhemisferik). Penyebab gangguan fungsi belahan otak kiri dikaitkan dengan gangguan perkembangan morfologis atau kerusakan otak karena kekurangan oksigen pada saat lahir (iskemia atau asfiksia perinatal). (Geswind yang dikutip oleh Njiokiktjien, 1989). Beberapa peneliti mengkaitkan dengan faktor keturunan (genetic, constitutional origin) dan hormone seks pada laki-laki (Njioktjien, 1989).

Penyebab disleksia dapat dikelompokan menjadi tiga faktor yaitu: pendidikan, psikologis, dan biologisnamun penyebab utamanya adalah otak (Dardjowidjojo, 2008). Faktor tersebut yaitu:

Faktor Pendidikan

Disleksia disebabkan oleh metode yang digunakan dalam mengajarkan membaca, terutama metode "whole-word" yang mengajarkan kata-kata sebagai satu kesatuan dari pada mengajarkan kata sebagai bentuk bunyi dari suatu tulisan. Contoh, Jika anak ada ditahap belum bisa membedakan huruf-huruf yang mirip, maka cara pengajarannya adalah mempelajari hurufnya satu per satu. Misalnya fokuskan pengajaran pada huruf b. tulis huruf b dalam ukuran yang cukup besar kemudian minta anak untuk mengucapkan sambil belajar menulis menggunakan alur titik-titik berbentuk huruf b dan siswa menebalinya. Anak dilatih terus menerus sampai faham. Setelah itu beranjak ke huruf d. Mereka berpikir bahwa metode fonetik, yang mengajarkan anak nama-nama huruf berdasarkan bunyinya, memberikan fondasi yang baik untuk membaca. Mereka mengklaim bahwa anak yang belajar membaca dengan metode fonetik akan lebih mudah dalam mempelajari kata-kata baru.

Faktor Psikologis

Beberapa periset memasukkan disleksia ke dalam gangguan psikologis atau emosional sebagai akibat dari tindakan kurang disiplin, tidak memiliki orangtua, sering pindah sekolah, kurangnya kerja sama dengan guru, atau mungkin penyebab lain. Memang anak yang kurang ceria, sedang marah-marah atau memiliki hubungan yang kurang baik dengan orang tua dan saudaranya memungkinkan anak memiliki masalah dalam belajar. Stress juga memungkinkan anak mengakibatkan disleksia, namun yang jelas stress dapat memperburuk masalah belajar.

Faktor Biologis

Sejumlah peneliti meyakini bahwa disleksia merupakan akibat dari penyimpangan bagian-bagian tertentu dari otak. Diyakini bahwa area-area tertentu dari otak anak disleksia perkembanganya lebih lambat disbanding anak normal. Disamping itu kematangan otaknya pun lambat. Teori memang dulu banyak diperdebatkan, namun bukti-bukti mutakhir mengindikasikan bahwa teori itu memiliki validitas. Teori lainnya menyatakan bahwa disleksia disebabkan oleh gangguan pada struktur otak. Beberapa peneliti menerima bahwa teori ini masih diyakini sampai saat diadakan penelitian penelaahan otak manusia disleksia yang meninggal.

 Penelaahan otak ini telah menyingkap karakteristik perkembangan otak. Dari situ diperoleh gambaran bahwa gangguan struktur otak mungkin mengakibatkan sejumlah kasus penting disleksia berat. Faktor genetic juga diperkirakan turut berperan

Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa 50 persen atau lebih anak disleksia memiliki riwayat orangtua yang disleksia atau gangguan lain yang berkaitan. Ternyata, lebih banyak anak laki-laki yang disleksia daripada anak perempuan

Kecelakaan

Gangguan kemampuan membaca akibat kerusakan saraf otak atau selaput otak, sehingga otak kiri korteks oksipital (bagian belakang) terganggu. Hal ini disebabkan adanya infeksi atau kecelakaan. Karena kerusakan ini, otak tidak mengenali semua gambar yang ditangkap mata karena ada gangguan sambungan otak kiri dan kanan. Ada yang berpendeapat hal ini disebut disleksia dan ada yang menyebut aleksia.

Macam Disleksia

Berdasarkan jenis kesulitan yang dialami penyandangnya khusunya pada orang dewasa, disleksia terbagi menjadi beberapa jenis berikut:

Aleksia agrafia dengan karakteristik sebagai berikut:

Penderita mengalami kesulitan melabel benda. Sebagai contoh mengetahui bahwa pensil fungsinya untuk menulis tetapi tidak dapat menyebut kata "pensil".

Dapat berbicara spontan namun seringkali membuat kesalahan. Contoh: melari untuk kata lemari.

Tidak mampu membaca sehingga tidak mampu menulis apapun.

Kerusakan jaringan otak terdapat pada lobus parietalis di sisi kiri otak

Penderita kebingungan membedakan angka 3 dan 8, kiri dan kanan (right-left disorientation)

Sulit berhitung, untuk penghitungan sederhana pada awalnya bisa namun berikutnya untuk penjumlahan dan pengurangan tidak mampu dilakukan.

Pada beberapa penderita juga mengalami finger agnosia, yaitu kesulitan mengenali jari-jari

Penderita bisa mengalami keterbatasan pandangan akibat penyempitan lapangan pandang sebelah kiri atau gangguan persepsi ruang (unilateral spatial neglect). Akibatnya penderita sering membentur benda yang berada di sisi kirinya atau mengabaikan benda-benda yang berada di lapangan pandang kirinya. Kelainan ini juga dapat dikenali dengan menyuruh penderita membuat gambar yang simetris dan dia akan menghilangkan sisi kiri dari gambar tadi. Misalnya disuruh membuat gambar jam, maka hasilnya ialah sebuah gambar jam yang angka-angka 8, 9 dan 10 tidak tergambar (Kusumoputro & Sidiarto, 1984).

Aleksia murni tanpa agrafia

Terjadi akibat kerusakan pada lobus osipitalis atau pada jaringan yang berada di medial temporal yang berfungsi untuk mengenali warna.

Penderita dapat berbicara normal tetapi tidak mampu melabel warna meskipun dapat mengenali perbedaan antar warna sehingga bukan termasuk buta warna.

Dapat menulis secara utuh namun tidak mudah membacanya. Hal ini karena adanya kelainan pada pandangan mata kanan. Mata kanan hanya dapat melihat separo objek.

Terjadi hilangnya memori jangka pendek. Meskipun memori ini dapat kembali namun membutuhkan waktu lama.

Terjadi gangguan sensorik dan motorik, terkadang penderita bisa merasakan panas atau dingin terkadang tidak bisa.

Hilangnya kemampuan baca-tulis karena cidera otak pertama kali ditemukan 2000 tahun yang lalu. Pada penutur multilingual, aleksia murni tidak menghilangkan seluruh kemampuan baca tulisnya. Hinshelwood menemukan bahwa seorang warga Inggris yang terserang stroke pada usia 34 tahun kehilangan kemampuan baca tulis dalam bahasa Inggris, namun dalam bahasa Latin dan Prancis masih bisa meskipun tidak lancar, adapun dalam bahasa Yunani sama sekali hilang. Penguasaan bahasa ibunya (bahasa Inggris) dan bahasa asing yang pernah dipelajarinya (bahasa Prancis, Yunani dan Latin), secara lisan tidak mengalami hambatan sedikitpun (dalam Obler & Gjerlow, 2000).

Dalam perkembangan kajian mengenai aleksi murni ditemukan beberapa variasi hilangnya kemampuan baca-tulis. Beberapa kasus menunjukkan kemampuan mengenali huruf-huruf namun tidak dapat membaca rangkaiannya. Kasus lain menunjukkan kemampuan membaca suku kata saja tetapi tidak bisa membaca perkata (yang disebut aleksia literal). Ada pula yang tidak dapat membaca huruf tetapi dapat mengenali angka dengan mudah. Berbeda halnya dengan aleksia murni di Cina dan Jepang. Pada bahasa Cina setiap simbol mewakili makna satu kata (logografis) sehingga penyandang aleksia murni kesulitan membaca dan memaknainya. Pada bahasa Jepang ortografinya lebih kompleks, terdiri dari huruf 'kanji' yang merepresentasikan kata dan 'kana' yang berfungsi membentuk suku kata dan kata serapan. Penyandang aleksia murni akan menemui kesulitan pada salah satu jenis ortografi, kanji atau kana saja (Obler & Gjerlow, 2000).

Aleksia afasia

Ciri yang menonjol yaitu kesulitan berbahasa sehingga kemampuan membaca dan menulis terkendala

Ketika berbicara sering keliru dan tidak dapat dipahami orang lain

Biasanya disertai dengan gangguan sensori dan kelumpuhan di sisi kanan

Berbeda halnya dari aleksia agrafia dan aleksi murni, penderita aleksi afasia tidak mengalami penyempitan lapang pandang kanan. Namun gerakan bola matanya tidak beraturan.

Selain pembagian jenis disleksia di atas, berdasarkan area kerusakan otak yang dialami penderitanya, disleksia dapat dibedakan yaitu disleksia fonologis, disleksia luar dan disleksia perkembangan.

Disleksia fonologis terjadi pada penderita kerusakan otak di sekitar jaringan penghubung lobus parietalis, lobus oksipitalis dan lobus temporalis. Akibatnya penderita mengalami kesulitan membaca secara fonetis, artinya dia hanya mampu membaca suku kata yang pernah dikenalinya sebelum kerusakan otak tersebut terjadi. Dia tidak dapat mengenali kata-kata baru.

Disleksia luar terjadi apabila penderita dapat membaca secara fonetis tetapi mengalami kesulitan membaca kata-kata secara utuh. Suku kata dengan ejaan yang sederhana lebih mudah dibaca daripada suku kata dengan ejaan khusus. Misalnya membaca ri-da akan lebih mudah daripada membaca rin-dang Disleksia dalam terjadi berlawanan dengan disleksia luar, penderita tidak dapat membaca secara fonetis namun dapat membedakan antara kata dan bukan kata yang tulisannya mirip (contoh: leua dan lena). Dalam membaca kata ditangkap secara utuh sehingga menimbulkan kesalahan semantik yang menarik, contohnya kata 'orchestra' dibaca nyaring 'symphony'. Dalam membaca kata dengan imbuhan juga cenderung menghilangkan akhiran karena hambatan visualnya (Obler & Gjerlow, 2000).

Pada bahasa dengan logografis seperti bahasa Cina, lebih umum ditemukan disleksia dalam.    Disleksia perkembangan terjadi pada anak-anak yang meskipun memiliki tingkat intelejensi normal kemampuan membacanya terkendala. Ciri-ciri disleksia ini mirip dengan disleksia luar yang diderita orang dewasa. Penyebabnya yaitu perkembangan yang tidak normal pada korteks serebral khususnya pada kawasan yang mempengaruhi perkembangan berbahasa di hemisfer kiri. Penjelasan mengenai disleksia pada anak-anak akan dibahas pada bab selanjutnya. Secara umum penyandang disleksia mengalami kesulitan pada area kognitif tertentu-termasuk membedakan kiri atau kanan, barat atau timur; juga konsep waktu seperti hari, tanggal, bulan, tahun; serta pengolahan secara matematis.

Ada indikasi bahwa disleksia diwarisi secara genetis. T.R Miles, peneliti disleksia berkomentar: .....terdapat anomali perkembangan yang berimbas pada ketidakseimbangan keterampilan. Anomali ini kadang-kadang, tapi tidak selalu, dihasilkan dari faktor keturunan. Kemampuan berlogika tidak terpengaruh, dan pada bidang tertentu misalnya kesenian banyak yang justru berbakat. Meskipun demikian, kelemahannya selalu muncul pada usia 3 tahun di saat mulai terlibat dalam bahasa lisan dan pada saat anak tersebut harus mulai mengenal tulisan.   Kesulitan membaca di atas bersumber dari perbedaan struktur otak yang disebabkan oleh kerusakan atau ketidaksempurnaan perkembangan otak.

Makin banyak penelitian yang mengkaji hal ini. Mengingat fleksibilitas otak yang mampu berubah melalui latihan yang efektif, terapi bagi penyandang disleksia merupakan harapan baru bagi kesembuhannya untuk mengatasi kesulitan membaca dan berbahasa

 

ANALISIS KASUS

Contoh kasus Disleksia, sebut saja namanya jono, bocah berusia sepuluh tahun. Di sekolah, anak ini tidak hanya lincah, tetapi juga mudah bergaul dengan siapa saja. Namun Jono sering membuat ayah dan ibunya bingung karena tingkahlaku dan cara berpikir yang berbeda. Jono memiliki sikap pelupa, tidak suka membaca dan menulis, sulit mengeja, tidak bisa menulis, dan lemah memahami konsep dalam pembelajaran matematika dan sering tidak memahami apa yang dibaca. Jono sering melihat gerak mulut dari gurunya dan mengingat apa yang di dengarnya untuk diucapkan, tidak memahami bentuk huruf dan konsep membaca dan menulis.

Orangtua Jono mendapat laporan dari guru bahwa anak itu sulit menghafal abjad, susah menghafal nama hari sesuai urutannya, dan sulit menulis, bahkan untuk menulis nama lengkapnya saja tidak bisa, ia hanya mampu menulis nama depanya saja. Abjad ditulisnya tidak sesuai dengan pembentukan benar. Dia juga sering keliru menulif huruf b dan d, p dan q. Huruf z, j, dan g, sering ditulis terbalik. Akhirnya Jono belum dapat membaca dengan lancar, meskipun sudah naik kelas. Tetapi di balik itu, dia daya ingat jono masih normal dengan teman seumuran. Ia lebih senang mendengar cerita atau bacaan yang dibacakan gurunya dibanding membaca.

Suatu ketika ketika ditanya kenapa ia tidak mau membaca, Jono mengatakan saat membuka buku ia melihat huruf yang ada di dalamnya campur-aduk, sehingga kata-katanya tidak jelas. Akhirnya diketahui jono mengalami disleksia.

Belajar dari pengalaman Jono, biasanya sebagian orangtua gemas ketika melihat anaknya lamban, terutama saat membaca dan menulis. Orangtua umumnya langsung mengklaim anaknya memiliki kekurangan inteligensia. Padahal ketika si anak kesulitan dengan kata-kata, baik saat membaca atau menulis, serta menerangkan sesuatu, kemungkinan si anak mengalami disleksia.

Setelah diselidiki dengan bertanya ke orang tuanya, bisa di diagnosis penyebab dari disleksia yang dialami Jono yaitu kerusakan sel otak dan juga faktor gen. Jono awalnya lahir dengan normal, namun setelah berusia empat bulan jono mengalami panas tinggi yang cukup lama sampai ia mengalami kejang. Selain itu bapak Jono juga memiliki masalah dalam belajar dan intelegensinya rendah.

Cara pengananan

Cara menangani anak yang mengalami disleksia, menurut (Mulyono Abdurrahman, 2012), ada beberapa metode pengajaran membaca bagi anak berkesulitan belajar yaitu dengan metode:

a. Metode Fernald

Fernald telah mengembangkan suatu metode pengajaran membaca multisensoris yang sering dikenal pula sebagai metode VAKT (Visual, auditory, kinesthetic, and tactile) .Metode ini menggunakan bahan bacaan yang dipilih dari kata-kata yang diucapkan oleh anak, dan setiap kata diajarkan secara utuh.

b. Metode Gillingham

Metode Gillingham merupakan pendekatan terstruktur taraf tinggi. Aktivitas pertama diarahkan pada belajar berbagai bunyi huruf dan perpaduan huruf-huruf tersebut. Anak menggunakan teknik menjiplak untuk mempelajari berbagai huruf.

c. Metode Analisis Glass

Metode Analisis Glass merupakan metode yang melalui pemecahan sandi kelompok huruf dalam kata.

1. Cara pendampingan anak disleksia menurut (International Dyslexia Association, 2000) yaitu:

Menggunakan alat bantu belajar seperti : tape, komputer, video

Anak diajari membuat mind map

Guru memberikan handout untuk dibaca di rumah.

Mengakomodasi tugas, memberi waktu tambahan.

Kenalkan tokoh-tokoh yang berhasil atau terkenal meski mengalami disleksia.Seperti Albert Einstein, Alexander Graham Bell, Jenderal George Patton, George Washington, Henry Ford, John Lennon, Leonardo da Vinci, Richard Branson, Thomas Edison, Tom Cruise, Orlando Bloom, Winston Churchill, Han Christian Anderson, dan Mohammad Ali.

Cara pendampingan lainnya yaitu :

Memberikan dorongan untuk mengembalikan kepercayaan dirinya.

Penderita disleksia akan cenderung menghabiskan waktunya untuk mencari cara dalam usahanya untuk menguasai sejumlah materi pelajaran seperti membaca, menulis, dan berhitung. Perjuangan ini hanya akan tetap bertahan apabila kepercayaan dirinya terus terjaga.

Buatlah semenarik mungkin ketika mengajarinya membaca

Hampir semua anak disleksia tidak suka pelajaran membaca, karena membaca adalah pekerjaan yang paling berat bagi dirinya. Carilah isi bacaan yang disukai oleh anak, sehingga hal tersebut akan menjadi menarik bagi anak untuk terus membacanya walaupun sulit.

Bantu mereka dengan teknologi yang membantu

Memberikan computer saja untuk anak-anak disleksia tidak akan sangat membantu. Berikan mereka software seperti Dragon Naturally Speaking atau Kurzweil 300. Biarkan ia belajar sampai ia benar-benar menguasainya.

2. Pendekatan yang dilakukan oleh guru di sekolah khusus yaitu :

Manajemen kelas kecil.

Dengan kelas yang terdiri dari 10 anak, yang dibimbing oleh 2 orang guru, perhatian guru untuk masing-masing anak lebih terfokus. Dalam kelas yang relatif kecil ini, siswa juga lebih mudah mengarahkan perhatiannya.

Pendekatan multi-sensori

Agar siswa lebih mudah memahami pelajaran, guru menyampaikan materi melalui berbagai indera, baik penglihatan, pendengaran, sentuhan ataupun dengan pengalaman langsung.

Adanya aturan kelas

Aturan kelas berfungsi untuk mengkondisikan situasi belajar di kelas agar menjadi kondusif dan proses belajar-mengajar dapat berjalan dengan lancar. Aturan di masing-masing kelas bisa berbeda, tergantung dari kondisi siswa dari kelas yang bersangkutan.

Adanya reward system

Untuk siswa berkesulitan belajar, reward system ini sangat bermanfaat untuk membangun motivasi mereka. Pada mulanya reward bersifat eksternal dan secara bertahap diubah menjadi internal.

Pelatihan keterampilan sosial

Pelatihan berguna meningkatkan pemahaman terhadap diri sendiri maupun lingkungan sosial anak. Dalam pelatihan ini, anak juga diarahkan untuk memahami kesulitan belajarnya dan bagaimana strategi untuk mengatasinya.

Belajar dengan iringan musik

Di kelas anak belajar dengan iringan music klasik, untuk mengarahkan konsentrasi dan emosoi mereka.

Kegiatan ekstrakurikuler difokuskan untuk meminimalkan kesulitan belajar anak

Kegiatan ini bukan diarahkan pada prestasi, tetapi lebih pada melatih proses yang dapat meminimalkan kesulitan belajar siswa. Misalnya kegiatan sepak bola difokuskan untuk melatih koordinasi visual-motorik dan kerjasama.

 

DAFTAR PUSTAKA

Indah, Rohmani Nur. 2017. Gangguan Berbahasa. Malang. UIN-MALIKI Press, hlm 74-80

Purwanto, Heri. "Memahami Perkembangan Anak Suspek Disleksia". (hlm 43-45)

 Setiowati, Arum. "Bimbingan dan Konseling Berbasis Perkembangan bagi Anak Disleksia", hlm 68.

Lisanul Uzwah Sadieda. 2017. "Identifikasi Mental Computation Siswa Disleksia Dalam Melakukan Operasi Penjumlahan dan Pengurangan", Jurnal Review Pembelajaran Matematika volume 2. Surabaya, hlm 22

Indamurni, dkk. 2018. "meningkatkan Kemampuan Guru pada pembelajaran Membaca Anak Disleksia". Jurnal Pendidikan Kebutuhan Khusus volume 2,hlm 29-30

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun