Tidak ada gangguan penglihatan dan pendengaran yang berat.
Pemahaman bahasa verbal cukup.
Pergerakan bola mata untuk mengikuti barisan tulisan cukup baik. Untuk tulisan penutur Bahasa Indonesia dibutuhkan gerakan mata dari kiri ke kanan, sedangkan untuk tulisan Arab maka gerakan bola mata dari kanan ke kiri (Kusumo Putro, 1995, William Feldman, 2002).
Tidak ada gangguan motorik atau koordinasi motoric untuk berbicara (kelumpuhan atau praksis mulut).
Perlu faktor pendukung seperti lingkungan dan juga pendidikan anak yang menunjang, dan harus ada perhatian dan motivasi dari untuk membaca (Njiokiktjien, 1986).
Penyebab dan Patogenesis
Pathogenesis disleksia terletak pada struktur dan fungsi otak, pada umumnya di belahan otak kiri (hamisfer), sebagian pada belahan otak kanan, korus kolosum, dan dalam kepustakaan disebutkan adanya gangguan fungsi antar belahan otak (interhemisferik). Penyebab gangguan fungsi belahan otak kiri dikaitkan dengan gangguan perkembangan morfologis atau kerusakan otak karena kekurangan oksigen pada saat lahir (iskemia atau asfiksia perinatal). (Geswind yang dikutip oleh Njiokiktjien, 1989). Beberapa peneliti mengkaitkan dengan faktor keturunan (genetic, constitutional origin) dan hormone seks pada laki-laki (Njioktjien, 1989).
Penyebab disleksia dapat dikelompokan menjadi tiga faktor yaitu: pendidikan, psikologis, dan biologisnamun penyebab utamanya adalah otak (Dardjowidjojo, 2008). Faktor tersebut yaitu:
Faktor Pendidikan
Disleksia disebabkan oleh metode yang digunakan dalam mengajarkan membaca, terutama metode "whole-word" yang mengajarkan kata-kata sebagai satu kesatuan dari pada mengajarkan kata sebagai bentuk bunyi dari suatu tulisan. Contoh, Jika anak ada ditahap belum bisa membedakan huruf-huruf yang mirip, maka cara pengajarannya adalah mempelajari hurufnya satu per satu. Misalnya fokuskan pengajaran pada huruf b. tulis huruf b dalam ukuran yang cukup besar kemudian minta anak untuk mengucapkan sambil belajar menulis menggunakan alur titik-titik berbentuk huruf b dan siswa menebalinya. Anak dilatih terus menerus sampai faham. Setelah itu beranjak ke huruf d. Mereka berpikir bahwa metode fonetik, yang mengajarkan anak nama-nama huruf berdasarkan bunyinya, memberikan fondasi yang baik untuk membaca. Mereka mengklaim bahwa anak yang belajar membaca dengan metode fonetik akan lebih mudah dalam mempelajari kata-kata baru.
Faktor Psikologis