Disleksia luar terjadi apabila penderita dapat membaca secara fonetis tetapi mengalami kesulitan membaca kata-kata secara utuh. Suku kata dengan ejaan yang sederhana lebih mudah dibaca daripada suku kata dengan ejaan khusus. Misalnya membaca ri-da akan lebih mudah daripada membaca rin-dang Disleksia dalam terjadi berlawanan dengan disleksia luar, penderita tidak dapat membaca secara fonetis namun dapat membedakan antara kata dan bukan kata yang tulisannya mirip (contoh: leua dan lena). Dalam membaca kata ditangkap secara utuh sehingga menimbulkan kesalahan semantik yang menarik, contohnya kata 'orchestra' dibaca nyaring 'symphony'. Dalam membaca kata dengan imbuhan juga cenderung menghilangkan akhiran karena hambatan visualnya (Obler & Gjerlow, 2000).
Pada bahasa dengan logografis seperti bahasa Cina, lebih umum ditemukan disleksia dalam. Â Â Disleksia perkembangan terjadi pada anak-anak yang meskipun memiliki tingkat intelejensi normal kemampuan membacanya terkendala. Ciri-ciri disleksia ini mirip dengan disleksia luar yang diderita orang dewasa. Penyebabnya yaitu perkembangan yang tidak normal pada korteks serebral khususnya pada kawasan yang mempengaruhi perkembangan berbahasa di hemisfer kiri. Penjelasan mengenai disleksia pada anak-anak akan dibahas pada bab selanjutnya. Secara umum penyandang disleksia mengalami kesulitan pada area kognitif tertentu-termasuk membedakan kiri atau kanan, barat atau timur; juga konsep waktu seperti hari, tanggal, bulan, tahun; serta pengolahan secara matematis.
Ada indikasi bahwa disleksia diwarisi secara genetis. T.R Miles, peneliti disleksia berkomentar: .....terdapat anomali perkembangan yang berimbas pada ketidakseimbangan keterampilan. Anomali ini kadang-kadang, tapi tidak selalu, dihasilkan dari faktor keturunan. Kemampuan berlogika tidak terpengaruh, dan pada bidang tertentu misalnya kesenian banyak yang justru berbakat. Meskipun demikian, kelemahannya selalu muncul pada usia 3 tahun di saat mulai terlibat dalam bahasa lisan dan pada saat anak tersebut harus mulai mengenal tulisan. Â Kesulitan membaca di atas bersumber dari perbedaan struktur otak yang disebabkan oleh kerusakan atau ketidaksempurnaan perkembangan otak.
Makin banyak penelitian yang mengkaji hal ini. Mengingat fleksibilitas otak yang mampu berubah melalui latihan yang efektif, terapi bagi penyandang disleksia merupakan harapan baru bagi kesembuhannya untuk mengatasi kesulitan membaca dan berbahasa
Â
ANALISIS KASUS
Contoh kasus Disleksia, sebut saja namanya jono, bocah berusia sepuluh tahun. Di sekolah, anak ini tidak hanya lincah, tetapi juga mudah bergaul dengan siapa saja. Namun Jono sering membuat ayah dan ibunya bingung karena tingkahlaku dan cara berpikir yang berbeda. Jono memiliki sikap pelupa, tidak suka membaca dan menulis, sulit mengeja, tidak bisa menulis, dan lemah memahami konsep dalam pembelajaran matematika dan sering tidak memahami apa yang dibaca. Jono sering melihat gerak mulut dari gurunya dan mengingat apa yang di dengarnya untuk diucapkan, tidak memahami bentuk huruf dan konsep membaca dan menulis.
Orangtua Jono mendapat laporan dari guru bahwa anak itu sulit menghafal abjad, susah menghafal nama hari sesuai urutannya, dan sulit menulis, bahkan untuk menulis nama lengkapnya saja tidak bisa, ia hanya mampu menulis nama depanya saja. Abjad ditulisnya tidak sesuai dengan pembentukan benar. Dia juga sering keliru menulif huruf b dan d, p dan q. Huruf z, j, dan g, sering ditulis terbalik. Akhirnya Jono belum dapat membaca dengan lancar, meskipun sudah naik kelas. Tetapi di balik itu, dia daya ingat jono masih normal dengan teman seumuran. Ia lebih senang mendengar cerita atau bacaan yang dibacakan gurunya dibanding membaca.
Suatu ketika ketika ditanya kenapa ia tidak mau membaca, Jono mengatakan saat membuka buku ia melihat huruf yang ada di dalamnya campur-aduk, sehingga kata-katanya tidak jelas. Akhirnya diketahui jono mengalami disleksia.
Belajar dari pengalaman Jono, biasanya sebagian orangtua gemas ketika melihat anaknya lamban, terutama saat membaca dan menulis. Orangtua umumnya langsung mengklaim anaknya memiliki kekurangan inteligensia. Padahal ketika si anak kesulitan dengan kata-kata, baik saat membaca atau menulis, serta menerangkan sesuatu, kemungkinan si anak mengalami disleksia.
Setelah diselidiki dengan bertanya ke orang tuanya, bisa di diagnosis penyebab dari disleksia yang dialami Jono yaitu kerusakan sel otak dan juga faktor gen. Jono awalnya lahir dengan normal, namun setelah berusia empat bulan jono mengalami panas tinggi yang cukup lama sampai ia mengalami kejang. Selain itu bapak Jono juga memiliki masalah dalam belajar dan intelegensinya rendah.