Olan mengelak, ia bergumam dalam hati, 'waduh Raito dalam bahaya ini'.
“Benar bukan dia, kalau begitu siap-siap Lan, kamera sudah siap dari tadi itu.”
Olan tak menjawab tetapi langsung berjalan mendekati kamera. Sementara itu Ersa mengisyaratkan kedua anak buahnya yang sedang duduk-duduk di atas jok moge harleynya di sebelah timur taman dengan mengarahkan jari telunjuk tangan kirinya ke arah Raito. Lalu menempelkan jari itu di leher dan menggerakkannya horizontal. Ersa kembali ke tempat shooting dan mendekati sutradara yang memanggilnya untuk memberi naskah koreksi.
"Waduh, babak belur anak itu sebentar lagi. Kenapa juga dia muncul di waktu yang salah!"
Olan berbicara sendiri sambil memandangi kamera yang belum hidup. Ketika berjalan, Raito dihadang dua pria berbadan besar, terlihat kekar menunggangi moge. Entah apa yang terjadi dalam pertemuan itu. Malam harinya, Risa muncul di taman yang dekat dengan lokasi shooting itu lagi sambil membaca novel. Dalam kecemasannya terhadap keselamatan Raito, Olan menghampiri Risa dan berdiri didepannya.
"Hai Ris."
"Hai kak."
"Baca buku apa?"
Risa menunjukkan sampul novel itu.
Olan kaget. Senyum tersungging di bibir Olan.
"Kamu tahu siapa penulis novel itu."