Belum lagi bentuk tubuhnya yang makin tidak terurus. Punya tiga anak dengan jarak kelahiran dekat membuat wanita itu berbadan gembrot. Ia wajib makan banyak saat menyusui buah hatinya.
Semua deretan kewajiban seorang istri yang membuat wanita itu sulit menjaga penampilan di hadapan Heru. Nami hanya tahu, kewajibannya sudah ia tunaikan dengan baik, mengurus suami, Â rumah dan anak-anak.
Ia tidak pernah tahu, bahwa seorang suami sering kali punya mimpi berlebihan. Tidak perduli betapa istrinya kerepotan, lelah, sakit ... di mata Heru, ia hanya ingin melihat bidadari di rumahnya, dengan alasan. Pulang kerja capek, inginnya di rumah ada hiburan.
Begitupun Heru, memilih bersenang-senang di luar dengan para karyawan yang berpenampilan lebih inyis-inyis.
Cita-cita rumah tangga kadang berubah seiring dengan tekanan, dan masa muda menjadi impian yang ingin diraih sebagai terjemahan dari bahasa awet muda. Padahal nyatanya, tidak ada satupun yang abadi kecuali perubahan itu sendiri.
Nami dan Heru ... Kapal itu akhirnya memilih, KARAM.
***
Sambil merebahkan tubuhnya, mata Nami menatap langit-langit kamar. Satu dua jam berlalu dengan sangat lama. Sebuah notif pesan ponsel menyadarkannya. Segera dibaca dengan teliti. Tampak wajah wanita itu menyiratkan cemas seketika, seolah menunggu pagi tiba, terasa begitu lama.
_________
"Dear Nami,"
"Temui aku untuk terakhir kali. Semua untuk anak kita."
RS. MILEA
Room 37 no. 01.
Lantai 5. Gedung Minangkabau.
_________