Mohon tunggu...
Ana
Ana Mohon Tunggu... Lainnya - Perangkai kata

Menemani anak salah satunya juga mengajarkan bersikap sebagai manusia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tentang Kita yang Tak Pernah Terlupa

11 September 2020   20:06 Diperbarui: 11 September 2020   20:09 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Air mata wanita itu mengalir perlahan. "Kau sendirian, Mas? Mana keluargamu?" Nami menyapu keadaan sekeliling kamar.

"Aku tidak punya keluarga. Keluargaku, ya ... kalian. Istriku dan anak-anakku."

Nami terhenyak tak percaya. "Tapi ... kita sudah lama bercerai, Mas. Dua tahun yang lalu. Aku sendiri yang menandatangani surat itu."

"Surat itu tak pernah aku proses. Sampai detik ini. Maafkan aku." Heru menarik napas perlahan.

"Hidupku tak lama lagi. Ada beberapa peninggalan atas nama kalian, kutaruh di rumahku. Setelah ini pergilah ke sana. Kunci ada di laci." Heru menunjuk sebuah laci di meja samping brankarnya.

Dilihat oleh Nami, darah segar mengalir keluar dari hidung Heru. Sesekali ia terbatuk dan percik darah tampak di sudut bibirnya. Wajah Heru makin memucat, menahan nyeri di dada. Nami bergegas memanggil dokter dan perawat yang ada di luar ruangan.

"Mi ...," lirih Heru.

Nami memegang tangan lemah itu.

"Ma -- maaf -- kan -- aku."

Nami mengangguk.

"Sampaikan maafku juga untuk anak-anak. Tolong rawat dan temani mereka. Aku percaya ... kamu adalah wanita hebat yang Tuhan ciptakan untukku."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun