Mohon tunggu...
Tatang  Hidayat
Tatang Hidayat Mohon Tunggu... Dosen - Pegiat Student Rihlah Indonesia

Tatang Hidayat, bergiat di Student Rihlah Indonesia. Ia mulai menulis sejak SD, ketika masa SMK ia diamanahi menjadi pimpinan redaksi buletin yang ada di sekolahnya. Sejak masuk kuliah, ia mulai serius mendalami dunia tulis menulis. Beberapa tulisannya di muat diberbagai jurnal terakreditasi dan terindeks internasional, buku, media cetak maupun online. Ia telah menerbitkan buku solo, buku antologi dan bertindak sebagai editor buku dan Handling Editor Islamic Research: The International Journal of Islamic Civilization Studies. Selain menulis, ia aktif melakukan jelajah heritage ke daerah-daerah di Indonesia, saat ini ia telah mengunjungi sekurang-kurangnya 120 kab/kota di Indonesia. Di sisi lain, ia pun telah melakukan jelajah heritage ke Singapura, Malaysia dan Thailand. Penulis bisa di hubungi melalui E-mail tatangmushabhidayat31@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kyai dalam Kenangan: Catatan Kebersamaan dengan Drs KH Ahmad Rifa'i

17 Juni 2020   14:35 Diperbarui: 17 Juni 2020   14:30 1374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai seorang ulama, pendidik, cendekiawan muslim, aktivis dan organisatoris, semasa hidup Abah berpofesi sebagai seorang dosen PAI di Universitas Padjadjaran dan Universitas Sangga Buana YPKP. Abah juga pernah menjabat berbagai amanah organisasi diantaranya : Ketua Dewan Hakim MTQ Mahasiswa Nasional 2003 di Universitas Padjadjaran, Dewan Hakim MTQ Tingkat Kota Bandung Periode 1987 -- 2014, Ketua BAZNAS Kecematan Coblong Bandung, Ketua MUI Kelurahan Dago Bandung, Ketua Dewan Nadzir PPM Miftahul Khoir Bandung, Ketua DKM Al-'Urwatul Wutsqo Bandung, dan masih banyak jabatan lainnya.

Kebersamaan Dengan Abah Tahun 2013

Kyai Yang Tidak Pilih-Pilih Dalam Mendidik

Saya mulai mengenal Abah sekitar tahun 2013 ketika saya masuk menjadi santri di Pondok Pesantren Mahasiswa Miftahul Khoir Dago Bandung. Setiap hari sabtu saat itu, santri-santri yang dipimpin oleh Kang Deding (Rois PPM Miftahul Khoir Periode 2013/2014) selalu berkunjung ke rumah Abah untuk belajar Al-Quran atau yang dikenal dengan talaqqi. Perjumpaan pertama saya dengan Abah saat itu, Abah sedang duduk di dekat lapang rumahnya, kemudian kami menyatakan maksud untuk belajar membaca Al-Quran. Tanpa keberatan, Abah pun mempersilahkan, padahal saat itu kami hanya berdua namun Abah tetap melayani kami tanpa memandang jumlah santrinya. Abah dalam mendidik santri-santrinya tidak memandang jumlah bahkan di beberapa kesempatan kadang saya seorang diri belajar kepada Abah.

Kesan pertama saya berjumpa dengan Abah, masya Allah nampak karakter wibawa kyai ada dalam diri Abah, lisannya selalu basah dengan bacaan Al-Quran dan dzikir. Nampak dalam wajahnya terpancar ketenangan, keteduhan dan kewibawaan bagi yang memandang, sehingga saya tidak berani untuk berlama-lama menatap wajah beliau.

Setiap kami talaqqi di rumah beliau, bukan hanya ilmu saja yang Abah berikan, lebih dari itu, Abah memberikan hidangan lahir dan batin kepada santri santrinya. Abah selalu menyediakan makanan dan minuman untuk kami sebagai santri-santrinya. Bahkan tidak segan-segan Abah menyuruh kami membawa pulang makanan yang masih ada di meja, tidak jarang Abah sendiri yang membungkusnya untuk kami.

Salah satu kenangan talaqqi dengan Abah, mungkin ini salah satu kenangan dari sekian banyak kenangan-kenangan indah bersama Abah, yaitu ketika saya sendiri ke rumah Abah untuk belajar, tanpa keberatan Abah mempersilahkan saya untuk masuk, meskipun saya hanya sendiri namun Abah tidak keberatan untuk melayani. Setelah setoran hafalan, Abah selalu mempersilahkan saya untuk memakan apa saja makanan yang ada di meja, bahkan tidak jarang jika di meja tidak ada makanan, Abah sendiri yang pergi ke luar untuk membeli makanan atau mewakilkan kepada yang lain, dan tentunya saya pun tidak berani menolak kebaikan Abah.

Setelah selesai setoran hafalan, Abah biasanya sering meminta pendapat kepada saya terhadap berbagai persoalan baik itu masalah keluarga, kuliah, pesantren, kehidupan hingga dunia Islam dan tentunya saya menganggap sebenarnya Abah sudah tahu jawabannya, tetapi saya menganggap Abah ingin mendidik saya untuk bermusyawarah dan berdiskusi dengan siapapun meskipun usianya lebih muda. Maka tidak heran, atas sikap Abah yang seperti itu saya memandang bahwa Abah itu seorang kyai yang sangat tawadhu.

Abah juga selalu bercerita tentang guru-gurunya saat itu bagaimana mendidik beliau, salah satunya dikisahkan ada seorang kyai sepuh yang selalu datang ke rumah beliau saat kecil yakni Kyai Muallim Qosim. Guru Abah ini dengan berjalan kaki disertai tongkat sebagai pengiring jalan, meskipun muridnya hanya Abah tetapi kyai tersebut istiqomah rutin mengajarkan Al-Quran ke rumah Abah.

Kebersamaan Dengan Abah Tahun 2014

Kyai Yang Tahu Kebutuhan Santrinya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun