Tahun 2016 merupakan salah satu tahun yang tidak akan dilupakan oleh umat Islam, ya saat itu ada salah satu peristiwa yang opininya bukan hanya tingkat nasional tetapi bahkan tingkat internasional, yakni adanya kasus penistaan agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ketika melecehkan kitab suci umat Islam yakni Al-Quran. Saat itu Abah juga ikut marah dan menyikapi terkait peristiwa tersebut, memang sebetulnya Abah itu orangnya penuh kasih sayang, tetapi ketika prinsip dan agama dihina maka muka Abah akan berubah menunjukkan kemarahannya. Saat itu masih ingat pada 20 Oktober 2016, Abah diundang untuk mengikuti majelis Buhuts Al-Islamiyyah yang juga dihadiri oleh beberapa ulama dari Bandung dan Jawa Barat. Setiap diundang acara oleh siapapun selama Abah sehat dan tidak ada acara lain, Abah pasti menyempatkan hadir.
Saat itu saya masih ingat agenda tersebut diselenggarakan di salah satu gedung yang beralamat di Jalan Jakarta No 41 Kota Bandung, siang itu jalan di Kota Bandung sangat panas dan macet, namun Abah tetap duduk santai sambil terus berdzikir, padahal suasana di dalam mobil sangat panas. Selama saya menemani Abah beberapa kali naik mobil, saya menjadi saksi lisan Abah selalu basah dengan dzikir baik itu tahlil, istighfar, shalawat dan dzikir lainnya. Akhirnya setelah beberapa pertimbangan, Abah dijemput oleh panitia menggunakan motor melewati gang sempit supaya bisa sampai di lokasi. Setelah sampai di lokasi acara, nampak ketawadhuan Abah, panitia mempersilahkan Abah untuk duduk di kursi depan, namun Abah tidak memperkenankannya malah duduk di kursi belakang. Ini merupakan salah satu sikap Abah diantara sikap sikap lainnya yang menunjukkan ketawadhuan beliau.
Majelis Al-Buhuts Al-Islamiyyah saat itu mengangkat tema Hukum Bagi Penghina Al-Quran. Setelah selesai acara semua ulama yang hadir mewakili daerah masing masing membumbuhkan tandangan sebagai bentuk bahwa yang dilakukan oleh Ahok itu adalah penistaan agama, dan Abah pun ikut menandatanginya. Ini merupakan salah satu bentuk sikap yang dicontohkan beliau, meskipun usia sudah sepuh tetapi semangat dalam membela Al-Quran dan agama seolah tidak surut dan reda, ini menjadi cambuk sendiri bagi saya.
Kebersamaan Dengan Abah Tahun 2017
Selalu Mendo'akan dan Mendukung Santrinya
Memasuki tahun 2017, tidak terasa kuliah saya sudah memasuki semester 8 dan sedang mengerjakan tugas akhir dalam bentuk skripsi yang mana saat itu saya mengangkat judul Pola Pendidikan Islam di Pondok Pesantren Mahasiswa Miftahul Khoir Bandung Dalam Membentuk Kepribadian Islami. Saat itu Abah bertindak sebagai ketua Dewan Nadzir PPM Miftahul Khoir Bandung. Otomatis saya tentu harus meminta izin dan doa restu kepada Abah untuk mengangkat judul tersebut, seperti biasa dengan nada yang lembut Abah mempersilahkan dan mendukung judul yang saya angkat.
Pada 5 April 2017 sore itu menuju senja saya masih ingat, bersama teman saya bernama Uum Zakariya dari Pendidikan Sosiologi UPI 2013 yang sama juga sedang penelitian lapangan di PPM Miftahul Khoir, kami silaturahim ke rumah Abah untuk melakukan wawancara terkait sejarah PPM Miftahul Khoir Bandung. Melalui lisan beliaulah saya baru tahu, bahwa KH. Ahmad Umar pendiri PPM Miftahul Khoir dari segi politik bersama KH. Idi Saefudin pendiri Pondok Pesantren Al Falah Dago sama sama berada dibawah naungan Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi).
Dengan intonasi bahasa yang pelan, santai dan penuh penghayatan, dan memang seperti itu gaya Abah dalam berbicara tidak terburu buru, tetapi penuh penghayatan sebelum kata itu terucap. Abah menyampaikan berbagai peristiwa yang terjadi, nampak jika saya melihat cara bicara Abah yang santai itu menunjukkan bahwa beliau sangat hati hati dalam bicara dikhawatirkan yang keluar itu informasi yang salah dan sia-sia. Itu sangat berbanding terbalik dengan saya yang selalu kebanyakan bicara, terkadang kalau boleh jujur sebenarnya saya sangat malu ada dihadapan beliau.
Abah Seorang Sastrawan
Pada tahun 2017 keterlibatan saya di DKM Al-Urwatul Wutsqo semakin banyak terutama dalam kegiatan surat menyurat. Salah satu kegiatan yang sering dilaksanakan adalah pengajian 3 bulanan dengan tema dan narasumber yang berbeda beda. Rangkaian kegiatan tersebut langsung dibina oleh Abah dan istrinya sebagai ketua pelaksana. Bisa dikatakan Abah sangat mencintai seni, itu terlihat ketika kegiatan pengajian 3 bulanan bukan hanya diisi oleh ceramah saja, tetapi sebelumnya biasanya ditampilkan berbagai kreasi seni dari MDT Al Urwatul Wutsqo, Shalawat yang dibacakan oleh ibu-ibu, bahkan Abah pun pernah menyusun berbagai macam syair, puisi perjuangan, hingga ke drama. Dapat dikatakan juga Abah sebenarnya seorang sastrawan, karena saya pernah mendengarkan sendiri syair karya Abah yang dilantunkan oleh ibu-ibu dalam acara pengajian.
Peduli Terhadap Perjuangan Ormas Islam Manapun