di Pondok Pesantren Ciwedus, Cilimus, Kuningan. Selama nyantri di Pesantren Ciwedus, Abdul Halim sempat menuntut ilmu kepada KH. Agus dari Pesantren Kanayangan, Jawa Tengah. Setelah dianggap tamat Abdul Halim pun  disuruh kembali ke Pesantren Ciwedus untuk meneruskan pendidikannya.
Selama menuntut ilmu dari pesantren ke pesantren satu hal yang menonjol dari sosok Abdul Halim ini, yaitu  kecerdasan dan kemampuan menyerap ilmu yang melebihi teman--temannya saat itu. Juga ada hal yang cukup menonjol dari diri Abdul Halim, yaitu jiwa kemandirian dan kewirausahaan, sehingga Abdul Halim selalu mampu menyelesaikan berbagai rintangan yang dihadapi.
Dagang merupakan keahlian  yang dimiliki Abdul Halim, selama pesantren di luar majalengka ia  berdagang kebutuhan para santri di pesantren seperti kecap, sarung, kain batik, minyak wangi juga kitab -- kitab yang di bawa ketika berkesempatan pulang dari Majalengka. Keuntungan dari berdagang digunakan untuk memenuhi kebutuhannya dan sebagian dikirimkan kepada orang tuanya.
Menjelang usia 21 tahun (tahun 1907) Abdul Halim yang kala itu masih berstatus santri di kuningan, dipanggil pulang oleh orang tuanya untuk dijodohkan dengan Siti Murbiyah. Â Siti Murbiyah adalah putri KH. Muhammad Ilyas bin Hasan Basyari, saat itu menjabat sebagai Penghulu di Majalengka. Abdul Halim dikaruniai tujuh anak yaitu :
1. Moh. Toha A. Halim
2. Siti Fatimah
3. Siti Mahriyah
4. Abdul Aziz Halim
5. Siti Halimah Halim
6. Abdul Karim Halim
7. Toto Taufik Halim