Mohon tunggu...
Hida Al Maida
Hida Al Maida Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Sumatera Utara

Seorang introvert yang menyukai seni, puisi, langit, bintang, hujan, laut, bau buku, dan menulis. Punya kebiasaan aneh berbicara dengan diri sendiri, dan mencoret-coret setiap halaman paling belakang buku pelajarannya karena merasa isi kepalanya terlalu meriah, riuh, dan berisik untuk didiamkan begitu saja. Gemar menulis novel, puisi, serta tertarik tentang banyak hal berkaitan dengan hukum, perempuan, dan pendidikan. Baginya, setiap hal di muka bumi ini adalah keindahan dan makna yang perlu diselami sampai jauh, sampai kita menemukan sesuatu bernama hidup.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Meminjammu kepada Petang (Cerpen)

30 Juni 2023   12:18 Diperbarui: 30 Juni 2023   12:47 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Apa memandangiku begitu bisa mengubah perasaanmu, Sentana?" Asmara menoleh cepat. Terkurung sesaat dalam iris kelam milik Sentana.

Namun, alih-alih membuang muka, Sentana malah menantangnya. "Kau tidak berubah, Mara," ujarnya.

Asmara mendengus. Sesak. Berat sekali mengakui bahwa pria itu masih tertinggal di dalam dirinya. "Apa aku tidak boleh menyalahkanmu, lagi?" tanya Asmara, menunduk. Persetan dengan buku selflove, quotes independentwoman, atau aktor-aktor favoritnya.

"Bahkan setelah aku mengatakan aku tidak salah, aku yakin kau tetap mengutukku setiap hari, Mara. Jika menyalahkanku membuatmu sedikit lega, lakukan saja. Kau juga boleh melemparku atau memukulku," tutur Sentana.

Asmara menoleh tajam. Lihat betapa bajingan pria di depannya! Pria itu mengakui dengan sadar bahwa dirinya tidak bisa mencintai Sentana---belum, dan entah kapan bisanya. Namun, pria itu seenaknya memperlakukan Asmara dengan baik. Meluluhlantakkan pertahanan Asmara hanya dengan kalimat-kalimat basi yang sebenarnya sudah didengar Asmara berkali-kali.

"Kau tahu aku tidak bisa melakukannya," tukas Asmara.

"Apa?"

"Membuangmu dari diriku, tidak peduli berapa kali aku melakukannya."

Sentana bergeming.

"Sentana, aku berusaha melupakanmu setiap hari," ungkap Asmara lagi. Lebih jujur, bukan hanya pada Sentana, tetapi lebih kepada dirinya sendiri.

Sama seperti kala Sentana mengusirnya, menyuruhnya berhenti mencintai pria itu, Asmara juga berpikir bahwa suatu saat pria itu akan pergi dengan sendirinya dari hidupnya. Bahkan jika akhirnya Asmara tidak mencintai siapapun, setidaknya tidak ada lagi Sentana dalam dirinya. Sialnya, hingga Asmara mendekati kematiannya, pria itu sama sekali tidak beranjak---hanya bersembunyi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun