b) tahap perumusan masalah, guru bimbingan konseling bersama "AG" merumuskan masalah, kemudian sepakat dengan rumusan masalah berikut: "AG" memiliki sikap dan tindakan yang tidak seperti siswa pada umumnya karena dia memiliki rasa percaya diri yang kurang. Oleh karena itu rasa percaya diri negatif harus dirubah menjadi rasa percaya diri yang positif agar "AG" bersikap dan bertindak seperti siswa pada umumnya.
c) tahap identifikasi alternatif, guru bimbingan konseling menawarkan beberapa strategi konseling yang tepat dan realistis serta sangat mungkin dilakukan sedangkan "AG" bisa memilih beberapa strategi yang ditawarkan tersebut, antara lain: strategi modeling sosial, strategi bermain peran, strategi pengubahan kognitif dan strategi restrukturasi kognitif.
d) tahap perencanaan. Beberapa alternatif strategi konseling yang ditawarkan guru bimbingan konseling yang telah dipilih "AG" adalah: strategi bermain peran, strategi pengubahan kognitif dan strategi restrukturasi kognitif.
e) tahap tindakan atau komitmen, guru bimbingan konseling mendorong "AG" untuk berkemauan melaksanakan rencana-rencana diatas. Usaha "AG" untuk melaksanakan rencana ini sangat penting bagi keberhasilan konseling, karena tanpa ada tindakan nyata proses konseling tidak berarti.
f) tahap penilaian dan umpan balik. Guru bimbingan konseling serta "AG" mengadakan penilaian tentang hasil yang dicapai. Pada kenyataannya proses konseling telah banyak menampakkan hasil, yaitu dengan adanya banyak perubahan tingkah laku "AG" sudah tidak sering malu dan sering takut. Percaya dirinya sudah baik terlihat dari komunikasi dengan guru-guru dan teman-temannya sudah sempurna. Terbukti, raut mukanya tampak lebih cerah dibanding sebelumnya. Oleh karena itu proses konseling sangat perlu dipertahankan.
Dengan bertambahnya tingkat usia dan pengetahuan anak, maka anak dapat mengerti dan memahami kebiasaan buruk yang dilakukan. DenganÂ
demikian ia dapat merubah sikapnya yang kurang baik menjadi lebih baik. Kegiatan yang dilakukan anak sudah mulai menuju pada kegiatan yang positif. Anak mulai dapat memahami arti dari kasih sayang yang selama ini ia dambakan. Anak lebih suka bersikap tenggang rasa dengan guru dan teman-temannya.
Dengan memperhatikan hasil penelitian diatas, beberapa saran yang perlu penulis sampaikan:
Pertama, kepada pendidik dimana saja untuk meningkatkan pengertian dan pemahaman terhadap anak yang bermasalah. Dan memberikan cinta kasih serta kegembiraan kepada anak didik dalam upaya penanganan anak bermasalah. Dengan demikian diharapkan ketercapaian tujuan untuk penanganan anak bermasalah dapat segera diatasi dengan mudah.
Kedua, kepada kepala sekolah disarankan untuk membantu kelancaran pelaksanaan dalam penanganan anak bermasalah melalui pembinaan kepada wali kelas dan guru-guru bidang studi supaya memperhatikan anak didiknya terutama mereka yang bermasalah. Perhatian yang diberikan berupa pemahaman, pengertian dan kasih sayang dengan penuh kesabaran. Disarankan juga untuk selalu mengikut-sertakan dalam kegiatan seminar, pelatihan, atau bimbingan teknik yang lain yang terkait dengan tugas pendidik dalam menangani anak terutama anak yang bermasalah.
Ketiga, kepada orang tua diharapkan untuk bersikap bijaksana terhadap anak dan meningkatkan perhatian sehingga merasa mendapat kasih sayang yang tulus. Komunikasi orang tua terhadap guru sangat diperlukan untuk mengetahui perkembangan anaknya sehingga memudahkan penanganan bila anak sedang bermasalah.