Hubungan sosial dengan lingkungan.
Dalam lingkup keluarga, "AG" selalu diperlakukan seperti anak kecil. Hal ini yang membuat dia tertekan dan tidak dapat mengeluarkan pendapatnya, namun disisi lain dia selalu dimanjakan dan dilayani selama dia mengikuti kehendak ibunya, karena orang tuanya mempunyai harapan yang tinggi. Di sekolah, "AG" sulit bersosialisasi terhadap guru, teman-temannya karena dia menganggap tidak ada pihak yang mengerti akan dirinya.
"AG" memiliki fisik yang lebih besar dari temannya atau gendut. Hal ini yang menyebabkan "AG" merasa rendah diri (tidak percaya diri)."AG" termasuk anak yang pandai, tetapi kemampuan yang dimilikinya tidak mampu mengantar dia meraih keberhasilannya. Akibatnya, kepercayaan atas dirinya berkurang.
"AG" mempunyai emosi yang kuat, dia termasuk anak yang mudah tersinggung, mudah marah, mudah cemburu, dan mempunyai keinginan yang kuat. Dia sering kecewa terhadap diri sendiri maupun dengan orang lain
karena pada kenyataannya dia tidak bisa membuktikan bahwa dirinya mampu melakukan sesuatu. Hal ini menyebabkan dia mempunyai rasa percaya diri rendah.
Penanganan terhadap "AG" dilakukan oleh pihak keluarga dan pihak sekolah. Dilibatkannya keluarga dalam penanganan ini, karena "AG" lebih banyak di rumah daripada di sekolah. Selain itu pihak keluargalah yang sangat berperan dalam membentuk rasa percaya diri anak. Dengan melibatkan keluarga, diharapkan penanganan terhadap "AG" mencapai hasil yang maksimal. Upaya penanganan juga melibatkan teman-temannya dan sebagian guru-guru mata pelajaran dan wali kelas maupun guru bimbingan konseling.
Berdasarkan pada data dari penelitian studi kasus tentang kurangnya rasa percaya diri anak, faktor penyebab, dan upaya memperbaikinya, dapat diketahui dan disimpulkan bahwa ketidak-harmonisan keluarga membawa dampak negatif terhadap tingkat perkembangan rasa percaya diri anak, karena anak sebagai korban pelampiasan orang tua ketika terjadi perselisihan di rumah. Perilaku yang muncul pada diri anak yakni menyebabkan anak menjadi takut, tidak berani bicara dan melakukan kegiatan. Hal ini menyebabkan anak tidak mempunyai kemampuan untuk mempercayai dirinya sendiri karena merasa mempunyai kekurangan dibandingkan dengan teman-teman lainnya.
Hasil penelitian dilapangan diperoleh bahwa, tingkat kecerdasan anak mampu mengikuti pelajaran yang diberikan oleh guru bidang studinya. Bimbingan dan perhatian yang diberikan guru pembimbingnya membuat anak semakin mengerti tentang kehidupan dan perbedaan-perbedaan yang harus diterima setiap orang. Namun dalam hal kecerdasan emosi anak masih perlu diperhatikan terus menerus karena kalau pikirannya terganggu masih cemberut. Anak lebih mudah terganggu emosinya bila ada hal yang tidak sesuai dengan apa yang ia inginkan. Anak lebih suka bersifat manja kepada teman-teman dan gurunya, karena ingin mendapat perhatian baru dari orang di luar lingkungan rumahnya.
Dalam rangka penanganan "AG" dalam upaya merubah rasa percaya diri negatif menjadi rasa percaya diri yang positif tidak lepas dari peranan guru bimbingan dan konseling. Dalam hal ini guru bimbingan dan konseling
menggunakan konseling eklektik dengan tahapan sebagai berikut:
a) tahap eksplorasi masalah, guru bimbingan konseling menciptakan hubungan yang baik dengan "AG", membangun kepercayaan, mendengarkan apa yang menjadi perhatian, menggali pengalaman "AG" pada perilaku yang lebih dalam dan merespon perasaan serta arti dari apa yang dibicarakan "AG".