Â
Ia bergeming. Ia selalu merasa akan mendapatkan sesuatu yang besar di Bali.
Sesuatu yang besar itu pun datang pada kisaran 2011.
Saat itu Ia membawa banyak barang di tangannya mondar-mandir pergi ke restoran miliknya yang hanya berbilang meter dari rumahnya. Jalanannya agak unik berupa pematang kecil menyusuri dua kali yang bersisian. Ia terperosok masuk ke lubang yang tak terlihat matanya hingga terjeblos ke pangkal paha.
Ia kemudian lumpuh.
Seketika hidupnya terpelanting drastis bersama bagian bawah badannya yang mati rasa.
Pengobatan tukang urut dan dokter serta obat-obatan tak kunjung menyembuhkan dirinya malah penggunaan obat berlebihan semakin memperparah keadaannya.
Ia mengambil sikap reflektif dari kejadian itu. Ia menarik dirinya mundur untuk menenangkan pikirannya dan mengingatkan dirinya sendiri bahwa dalam setiap penderitaan sekaligus di dalamnya ada pelajaran berharga dan jalan keluar.
Ia memutuskan menyembuhkan dirinya sendiri. Itulah saatnya Ia bergumul kembali dengan rempah-rempah untuk membuat ramuan minyak tradisional. Dari situlah Ia melahirkan minyak balur Kutus-Kutus yang terbukti telah menyembuhkan dirinya sendiri.
Â
Awalnya minyak balur itu Ia bagikan cuma-cuma kepada kawan dekatnya yang berkunjung ke Bali. Ternyata banyak orang merasakan khasiat minyak itu dan menyarankan dirinya untuk menjualnya.
Pada 2013 Ia resmi menjual minyak balur Kutus-Kutus. Kutus artinya delapan di dalam bahasa Bali. Nyalinya terkumpul bulat untuk menjual minyak itu setelah Ia mandi di pemandian Balutan di Tampak Siring dan seseorang katanya menepuk punggungnya dari belakang berpesan kepadanya untuk segera menjual minyak tersebut. Entahlah siapa orang itu.
Tanpa bantuan iklan di media, pembicaraan jalanan tentang khasiat minyak balur Kutus-Kutus berisi 69 bahan herbal itu melesat merambati percakapan penikmat minyak balur terutama ibu-ibu muda yang memiliki anak kecil. Aroma baunya yang tak terlalu menyengatdibanding minyak lain yang lebih mapan dan khasiatnya dengan cepat mendapat banyak pujian dari penggunanya.
Dalam bilangan waktu kurang dari 6 tahun, minyak balur Kutus-Kutus sudah ada di rumah-rumah dan di hati anak-anak Indonesia di penjuru Indonesia.
Â
Penjualannya meroket dari 500 juta di 2016 menjadi 500-an milyar rupiah di 2020. Kini minyak itu memiliki pabrik pengolahan berpusat di Bali. Usahanya berkembang meliputi hotel, sekolah dan radio dengan jumlah karyawan 1000 orang lebih ditambah 5000 orang distributor, depo dan reseller yang tersebar di seluruh Indonesia termasuk Papua.
Â
Saat Covid-19 membenamkan banyak usaha dan kehidupan, permintaan dan produksi Kutus-Kutus justru mencapai 2 juta botol per bulan dengan omzet mencapai 570 milyar.