Mohon tunggu...
Hertasning Ichlas
Hertasning Ichlas Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Peneliti di Van Vollenhoven Institute, Universitas Leiden. Minat riset formasi dan instrumentalisasi hukum, perubahan agraria dan ekologi.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Bambang Pranoto dan Kisah Minyak Kutus-Kutus

16 Juli 2024   16:22 Diperbarui: 17 Juli 2024   08:00 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada 2013 Ia resmi menjual minyak balur Kutus-Kutus. Kutus artinya delapan di dalam bahasa Bali. Nyalinya terkumpul bulat untuk menjual minyak itu setelah Ia mandi di pemandian Balutan di Tampak Siring. Di pemandian itu seseorang katanya menepuk punggungnya dari belakang. Penepuk berpesan kepadanya untuk segera menjual minyak tersebut. Entahlah siapa orang itu.

Tanpa bantuan iklan di media, pembicaraan jalanan tentang khasiat minyak balur Kutus-Kutus melesat merambati percakapan para penikmat minyak balur. Terutama ibu-ibu muda yang memiliki anak kecil. Aroma baunya yang tak terlalu menyengat dibanding minyak lain yang lebih mapan dan khasiatnya dengan cepat mendapat banyak pujian dari penggunanya.

Dalam bilangan waktu kurang dari 6 tahun, minyak balur Kutus-Kutus sudah ada di rumah-rumah dan di hati anak-anak di penjuru Indonesia.
 
Penjualannya meroket dari 500 juta di 2016 menjadi 500-an milyar rupiah di 2020. Kini minyak itu memiliki pabrik pengolahan berpusat di Bali. Usahanya berkembang meliputi hotel, sekolah dan radio. Jumlah karyawannya 1000 orang lebih ditambah 5000 orang distributor, depo dan reseller yang tersebar di seluruh Indonesia termasuk Papua.
 
Saat Covid-19 membenamkan banyak usaha dan kehidupan, permintaan dan produksi Kutus-Kutus justru mencapai 2 juta botol per bulan dengan omzet mencapai 570 milyar.

Terawan, menteri kesehatan saat itu menyadari peran penting minyak itu dalam melawan virus COVID-19. Sang menteri meminta khusus kepada pemiliknya agar harga minyak itu diturunkan supaya terjangkau masyarakat bawah. Bambang Pranoto kemudian mengubah harganya dari sebelumnya 230 ribu menjadi 170 ribu rupiah.

Sepanjang karirnya minyak balur tersebut hingga kini menjadi ancaman terhadap 50 persen perusahaan farmasi. Salah satu perusahaan farmasi besar pernah berusaha serius untuk membeli perusahaan Kutus-Kutus. 

Tantangan lainnya, sekitar 70-an persen pemalsuan dan bajakan minyak itu telah beredar di masyarakat terutama melalui pemesanan daring.

Namun saya menikmati jawaban ringan Bambang Pranoto yang mengatakan semakin ramai pembajakan semakin banyak pula orang yang mencari aslinya. Ia tidak banyak khawatir soal itu.

Namun saya merasakan kekecewaan dan getir. Saat Ia menceritakan bagaimana anak tirinya yang Ia besarkan dan percayakan untuk membantunya mengembangkan Kutus-Kutus menikamnya dari belakang.
 
Ia mempercayakan pendaftaran merek dan logo Kutus-Kutus kepada anaknya itu. Namun anaknya menggunakan kesempatan itu untuk memahkotakan dirinya sendiri sebagai pemilik legal merek dan logo produk tersebut.
 
Bambang Pranoto merelakan merek dan logo itu pergi digondol dengan cara licik. Bersama milyaran rupiah yang harus Ia tanggung sebagai implikasi keuangan dari pengkhianatan tersebut.
 
Ia memutuskan tidak meladeni permintaan uang anak tirinya yang angkanya fantastis. Jika ia ingin mengambil kembali logo dan merek minyak itu. Kutus-Kutus di tangannya kini berubah menjadi Kutus-Kutus beraksara Bali dari sebelumnya bertuliskan latin yang kini dikuasai oleh anak tirinya.
 
Sesuatu yang besar akan terjadi lagi dengan hidupnya dan minyak balurnya.
 
Kesehatan Bambang Pranoto terpelanting untuk kedua kalinya. Ketika Ia mengalami lumpuh kembali di sekitar pinggang dan kaki kanan pada Desember 2023. Berhari-hari Ia hanya bisa terbaring lunglai. Dokter lagi-lagi tidak bisa melihat sesuatu yang bermasalah pada tubuhnya.

Ia kembali berinisiatif menyembuhkan dirinya sendiri. Pada pertengahan Januari 2024 Ia menyeret kakinya separoh mengesot sambil menahan rasa kesakitan agar bisa ke pasar Badung di Bali. Di pasar itu Ia memilih dan mengumpulkan rempah-rempah yang diperlukan untuk mengobati dirinya sendiri.

Seiring penyembuhan dirinya oleh minyak baru buatannya, Ia mentransformasi minyak balurnya menjadi Kutus-Kutus aksara Bali dengan olahan 69 bahan. Ia pula membuat ramuan baru bernama Minyak Balur Sanga-Sanga dengan olahan 140 bahan didukung aroma lavender dan bunga pudak yang langka yang tumbuh di tepi pantai di Bali.
   
Bambang Pranoto memasuki senjakala usia namun Ia memasukinya dengan gagah. Setelah Ia melalui setiap peperangan hidup yang menurutnya telah dijalaninya sejak kecil dengan sikap menerima. Kini minyak balurnya beserta produk turunan lainnya sedang gencar menembus pasar dunia termasuk di 27 negara di Eropa.
 
Kastilnya di Belanda, tempat saya dua kali bertemu untuk menyelami dirinya, sebenar-benarnya adalah perwujudan kehidupan desanya. Bukan simbol kesombongan. Namun pesan kecil kepada orang-orang Indonesia bahwa Ia bisa. Ia telah sampai di titik ini dengan usahanya sambil mengibarkan bendera merah putih di halaman depan rumah kastilnya.
 
Dalam setiap penerimaannya menghadapi pahit getir kehidupan dengan sikap tabah. Tanpa sumpah serapah dan laku menyalahkan siapa pun apalagi menyalahkan Sang Pencipta. Ia sebenarnya mentransformasi dirinya sendiri seperti pula minyak balurnya. Menjadi manusia kuat yang tak terkalahkan. []

*Penulis lepas sedang studi dan bermukim di pinggiran Den Haag

   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun