Di ujung tawanya ia pun berkata, "meski keempat kebenaran lukisan itu dijumlahkan, niscaya takakan menjadi kebenaran aslinya."
Setelah mengucapkan kalimatnya, si lelaki kumal itu pun minta diri. Sang raja, tentu, kian terheran-heran.
"Kisanak, telah kutemukan kebenaran yang selama ini kami cari. Tepat seperti yang kisanak katakan bahwa meski keempat kebenaran lukisan itu dijumlahkan, niscaya takakan menjadi kebenaran aslinya. Maka kisanak pula yang paling patut mengucapkannya di muka para pelukis dan rakyat kami, selain itu berilah kami kesempatkan untuk sekadar menyampaikan tanda terimakasih. Mohon, datanglah kisanak ke Caraka Galur," demikian permohonan sang raja kepada si lelaki kumal.
Si lelaki kumal hanya tersenyum, tetap beranjak pergi sambil berkata, "berterimakasihlah kepada sejatinya pemilik kebenaran, saya bukanlah yang hak."
Sang raja hanya sanggup menatap punggung si lelaki kumal yang menjauh kemudian menjadi noktah di cakrawala, lantas menghilang. Ia sendiri melanjutkan perjalanan ke Caraka Galur.
Begitu tiba di gerbang kerajaan, seisi kerajaan menyambut kedatangan kembali sang raja dengan penuh kegirangan. Sementara sang raja tanpa mengganti lagi pakaiannya yang kumal, segera minta agar para pelukis berkumpul, diperintahkannya pula agar hulubalang menyampaikan berita kepada rakyat agar kumpul di pelataran.
Sang raja pun kemudian bersabda, "meski keempat kebenaran lukisan itu dijumlahkan, niscaya takakan menjadi kebenaran aslinya."
Ia pun menjelaskan bahwa takperlu lagi ada pertengkaran dan saling berebut kebenaran sebab takseorang pun akan bisa mencapai hakikinya kebenaran jambangan yang telah menjadi milik sahabatnya itu.
Sejak itu, seluruh rakyat Caraka Galur pun damai kembali.
**
"Begitulah cerita yang cukup panjang itu," pungkas Jawinul kepada dua pemuda yang sedari tadi mendengarkan dengan saksama.