"Aku tak berubah. Aku adalah aku. Sudah ku bilang, inilah aku" kata Jhin santai. Tentu hal itu begitu menyebalkan.
Aku mencari cari kekuatan untuk menekannya. Membuatnya merasa bersalah dan kembali ke lintasan awal adalah targetku sekarang.
"Lihat!" ujarku menunjukkan jari manis kepada Jhin. "Ini adalah cincin pemberianmu. Ini ikatan kita. Kita tunangan. Sekarang kau mau apa adanya. Ada apa denganmu,Â
Jhin. Kau tak tampak serius memperjuangkan ini."
Tiba tiba Jhin keluar dari mobil. Ia berdiri menyandar. Aku ikut keluar. Mobil yang berhenti di sebuah kawasan landai penuh pepohonan ini memberikan nuansa drama. Ah sialan. Ku rasakan bagai telenovela. Jika begini, aku pasti yang akan kalah dengan banjir air mata.
    "Sesungguhnya kau adalah asetku, Sandria. Aku mengetahui bahwa kau gadis baik baik. Tak pernah keluar dan terjaga segala dirimu dari glamour luar sana. Tapi sejak kau kenal lingkaran terkutuk itu.."
"Sarah dan Samira?"
"Terserah kau sebut apa dua makhluk itu" ungkap Jhin sedikit kesal.
"Memang kenapa mereka?"
   "Sadarkah kau Sandria, kau menjadi pribadi labil dan materialistik"
"Materialistik katamu?" Keningku sedikit berkerut. Â "Apakah salah seorang perempuan memiliki sifat itu?"