"Baiklah Har, aku tak tidur dulu". Jawabku mengiyakan, seraya berjalan masuk kamar mendiang Bapak.
Pulas sekali tidurku, jika tidak bermimpi ketemu Bapak, mungkin bangunku tak sepagi ini. Jam setengah empat pagi aku terbangun, bermimpi ditemui Bapak yang tersenyum mengusap kepalaku. Lalu aku putuskan untuk mandi saja sekalian, menunggu subuh untuk sembahyang.
Setelah sembahyang aku keluar ke halaman, menikmati udara pagi, Â sekalian dilanjutkan dengan jalan-jalan pagi sambil menyapa tetangga yang masih aku kenal. Beberapa tetangga yang sudah sepuh menyapaku di sepanjang jalan, mempersilahkan ku mampir. Keramahan penduduk desa ini tak berubah. Sampailah akhirnya aku di area persawahan.
"Mas Laksonoooo...". Teriak seseorang dari salah satu pematang sawah, seraya bergegas menemuiku.
"Mas Laksono, kapan mudik Mas". Tanya laki laki berusia enampuluhan tahun.Â
Aku mencoba mengingat-ingat siapa laki-laki ini.
"Mas Laksono lupa ya sama saya,mentang-mentang jadi orang kaya di kota, njuk lupa sama saya". Ledeknya.
"Hmmm...sebentar...lik Kardi kann...yang dulu sering ngajak aku nyari belut". Akhirnya aku ingat namanya.
"Iya Mas, tumben Mas Laksono inget desa ini, sudah berapa tahun Mas nggak mudik hayoo" Ledeknya lagi.
"Ya sekitar enam tahunan lik aku nggak mudik, makanya sekarang aku mudik, kemaren sore nyampek. Kangen Lik Kardi yang suka ndhagel". Kataku balas mengejek.
"Alahh, gombal mukiyo kalau kangen aku". Jawab Lik Kardi sambil melengos.