"Tenang, gini saja Sen, kita ambil makanan lalu kita makan di meja sana yuk, berdua. Cerita ke aku dong kenapa kamu ngebet pengen bertemu Irene".
Mereka berdua ambil makanan, lalu duduk di meja yang kosong di sudut ruang makan.
"Gini lo Tan..." Seno memutuskan untuk memulai bercerita tentang konteksnya dengan Irene.
"Setelah lulus di tahun 2000, aku pulang ke asalku, terus melamar kerja di pemerintah daerah. Nah waktu itu aku mulai berhubungan dengan Irene via sms dan telpon. Awalanya bagaimana aku lupa. Yah obrolan yang lumayan luas, sampek pas dia takut ada hantu di kos nya saja nelpon aku, disangkanya aku dukun kali" Seno menjelaskan sambil sedikit tersenyum membayangkan kejadian dulu dengan Irene.
"Lalu Irene beberapakali mengirimi aku buku Tan, kok paham kalau aku gemar membaca buku, buku sastra lagi''.
"Wah sepertinya Irene naksir kamu Sen sejak kuliah, mas Seno yang aktivis kampus hahahahahhhah". Tantri masih saja meledek."Lha kenapa tidak kamu teruskan hubunganmu Sen?" selidik Tantri.
"Masalahnya aku sudah tunangan Tan waktu itu".
"Lha ya sudah to, berarti jalannya harus begitu, lha ngapa kamu sekarang penasaran sama Irene?''.
"Gini lho Tan, temenku bilang Irene belum menikah, wajar kan aku kepikiran?"Seno berusaha mencari pembenaran. "Bener nggak kabar itu Tan?".
"Setahuku hingga setahun yang lalu kami sering bertemu, Irene memang belum menikah Sen, nggak tau juga kenapa. Irene pemikirannya memang unik banget sih. Lha jangan-jangan Irene patah hati sama kamu Sen, hayoooo...tanggungjawab kamu Sen hahahahahhaha" ledekan Tantri kesekian kalinya. "Wis gini wae tak telponnya Irene biar datang kesini, ngobrol sana biar kamu nggak penasaran Sen, semoga saja anaknya mau" tawaran Tantri seraya meraih hand phone nya.
"Halo assalamualaikum, Irene?".