Mohon tunggu...
Bambang Hermawan
Bambang Hermawan Mohon Tunggu... Administrasi - Penikmat Budaya

Alumnus Universitas Islam Indonesia 2001. Pecinta budaya dan humaniora

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Buku Irene

30 Desember 2023   12:29 Diperbarui: 4 Januari 2024   22:10 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Buku Irene. (Sumber: Pixabay/StockSnap

Kehidupannya berjalan normal seperti biasa. Bekerja, mengurus anak, bermasyarakat dengan wajar. Seno adalah lelaki yang cinta keluarganya, homy pula. Ia gemar menghabiskan waktu untuk berkebun. Tak apa laki-laki suka bung-bunga, meski Kuntowijoyo pernah menulis cerpen Dilarang Mencintai Bunga-bunga, itu lain maksud cerita, lain perkara.

Untuk mengisi hari libur sabtu ini, Seno bersih-bersih rumah, halaman dan tak lupa lemari buku, menata ulang koleksi buku-bukunya, di klasifikasikan sesuai tema-tema judulnya. Seno menemukan keasyikan sendiri membuat katagori-katagori. Di tumpukan buku yang agak bawah Seno melihat buku lama (bahkan lupa kalau memiliki buku itu) bersampul hitam, Akar, karya Dewi Lestari.

Ahhh Irene.

Ia buka halaman pertama. Matanya melihat tulisan tangan dalam dua jenis huruf, cina dan latin, "Aihh tulisanmu bagus Irene!".

Irene adalah teman jarak-jauhnya Seno. Jauh yang mustinya dekat, karena mereka mahasiswa perguruan tinggi yang sama, fakultas sama bahkan jurusan sama, cuma beda Angkatan. Seno merasa sama sekali belum pernah bertemu Irene, atau sebenarnya sudah namun tak tahu bahwa itu Irene. Mereka sering ngobrol melalui handphone, sms terutama, saling cerita. Irene beberapa kali mengirimi Seno buku, seakan paham betul kegemaran Seno membaca, khususnya karya sastra baik Indonesia maupun jawa. Sayangnya ketika komunikasi mereka sedang intens Seno sudah bertunangan.

"Aku abai dua puluh tahun lalu, kerna waktu tak tepat, atau lebih tepatnya aku tak berani nekat" gumam Seno. "Soal tak pernah bertemu bukan hal yang mendasar bagiku, sebab kata seorang filsof Jerman penulis buku Ich und Du bertemu tak berarti berjumpa, berjumpa tak musti bertemu muka". Seno masih bengong, dengan novel Akar ditangannya, sedikit berdebu. "Coba dulu aku berinisiatif sering ke Jogja, mencoba bertemu Irene agar lebih akrab dan lengkap perjumpaannya" Sesal dalam lamunan Seno.

Begitulah, hari-hari berikutnya Seno dipenuhi rasa penasaran, "bagaimana kehidupan Irene sekarang?,  mungkin Irene sudah menikah, bahagia,  bersama anak-anak nya, tinggal di rumah yang tak harus besar, bercat putih bersih, penuh bunga-bunga yang sering tersentuh tangannya. Oh iya, tak lupa terdapat bangku seadanya di taman sudut rumahnya, tempat ia membaca".

Seminggu lamanya Seno berupaya mencari kontak Irene. Seluruh platform media sosial ia jelajahi, mencari akun Irene, Nihil. Nampaknya Irene bertipe anti media sosial. "Jangan-jangan Irene tengah menjadi pengikut Mother Theressa, atau Rabiah Al Adawiyyah?, atau sengaja membikin akun yang tidak memungkinkan bagiku mengenalinya?" Seno menggumam. Akhirnya Seno mencoba cara lain, menghubungi kawan-kawan kuliahnya, barangkali salah satu diatara mereka masih berhubungan dengan Irene. Entah melalui WAG atau apalah. Suatu hari Seno mendapat kabar melalui WA kawannya, bahwa Irene hingga usia tiga puluh tujuh tahun belum menikah. Kabar yang membuatnya agak syok. "Seorang wanita usia mendekati empat puluh tahun belum menikah, pasti ada hal-hal yang luar biasa dihadapi Irene", Seno menganalisa. "Jangan-jangan salah satunya disebabkan olehku?" Seno mulai menyalahkan diri, dibayangkannya Irene patah hati, hingga menutup diri bagi laki-laki. Hari berikutnya Seno menelpon teman kuliahnya yang paling akrab.

"Halo, Lung...apa kabarmu, lama nggak ngobrol kita" pembukaan pembicaraan basa-basi Seno lewat panggilan hand phone nya.

"Wah...kabarku apik Dab, tumben nelpon, ada apa?", balas Lung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun