Mohon tunggu...
Herawati
Herawati Mohon Tunggu... Relawan - Seorang konselor dan pemerhati perilaku

Pengajar, tim riset dan konselor di STTRI Warung Buncit, Jakarta Konselor di Hope Counselling Centre UPH, Karawaci

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Mengapa Hakim dan Jaksa Korupsi?

12 November 2020   15:12 Diperbarui: 16 November 2020   19:06 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di dalam grup juga ada tekanan untuk menyesuaikan diri. Anggota yang memiliki pandangan atau pendapat yang berbeda akan ditekan secara langsung baik melalui kata-kata maupun tindakan pengasingan. Ada harapan bahwa seluruh anggota menjadi anggota yang setia terhadap grup (Janis, 1972).

Tanda terakhir adalah self-appointed mindguard. Tiap individu dalam grup akan cenderung memfokuskan diri pada informasi atau pendapat yang sesuai dengan pandangan grup.

Demi mempertahankan kepuasan atas efektifitas dan nilai moral grup, mereka membatasi pembicaraan hanya pada hal-hal yang sesuai dengan pandangan grup. Di satu sisi pembatasan ini bisa berdampak positif, yaitu mengurangi bias dan grup menjadi fokus.

Tetapi sebaliknya, pembatasan ini dapat mengurangi evaluasi serta potensi solusi yang mungkin dapat mengatasi permasalahan grup, hal yang memang dihindari dalam groupthink (Janis, 1972) (Janis, 1991).

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa permasalahan "mengapa hakim dan jaksa korupsi?" bukanlah masalah sederhana yang hanya tergantung pada moralitas pelaku. Kita berhadapan dengan suatu sistem yang merupakan kelompok kohesif yang berpikir dengan groupthink.

Selain itu gejala moral lisencing juga terlihat pada para hakim dan jaksa yang korupsi. Akibatnya pembinaan moral menjadi sulit karena pelaku merasa dirinya cukup baik dan tidak bersalah.

Lalu bagaimana mengatasinya? Penulis setuju dengan rumusan UNDP tentang korupsi yang mengadaptasi formula Robert T. Klitgard (1988) dalam Abjoresen (2014, p 23-24), yaitu:

C = (M + D) -- (A + I + T).  
Corruption = (Monopoly + Discretion) -- (Accountability + Integrity + Transparency)

Mengurangi korupsi berarti mengurangi monopoly dan discretion, serta menambah accountability, integrity dan transparency. Dalam persepsi groupthink, mengurangi monopoly dan discretion serta meningkatkan accountability dan transparency merupakan upaya mengurangi kohesifitas grup terutama menghindarkan grup dari ilusi kekebalan grup. Grup menjadi lebih transparan dan cair karena ada pengaruh dan pengawasan dari lembaga/grup lain.

Dalam prakteknya, grup-grup yang mengawasi lembaga peradilan perlu didukung. Dalam iklim yang relatif masih korup saat ini, hal ini harus dilakukan dengan kehati-hatian. Harus diwaspadai hal ini dapat menimbulkan korupsi baru. Kesadaran masyarakat untuk memperbesar transparansi dan akuntabilitas peradilan dengan menjadi pengawas independen juga perlu dikembangkan dan difasilitasi. Hal ini bisa dilakukan baik melalui sosialisasi, pendidikan di sekolah, juga kesempatan melihat sidang terbuka secara online.  

Dalam meningkatkan integrity, tidak cukup dengan pengajaran tentang etika dan moralitas hakim/jaksa. Perlu dibukakan awareness akan mekanisme moral licencing dan moral credential, juga awareness untuk menghidupkan cognitive dissonance yang merupakan produk hati nurani.

Hal-hal seperti ini tidak dapat dilakukan semata-mata melalui himbauan dan kelas pengajaran. Perlu dibangun budaya kerja yang lebih sehat dan terbuka, juga bantuan psikolog dan rohaniwan untuk memberikan pendampingan yang bersifat pribadi. Integritas individu juga harus menjadi pertimbangan dalam seleksi hakim dan jaksa. Tidak cukup hanya uji kompetensi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun