Mohon tunggu...
Herawati
Herawati Mohon Tunggu... Relawan - Seorang konselor dan pemerhati perilaku

Pengajar, tim riset dan konselor di STTRI Warung Buncit, Jakarta Konselor di Hope Counselling Centre UPH, Karawaci

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Mengapa Hakim dan Jaksa Korupsi?

12 November 2020   15:12 Diperbarui: 16 November 2020   19:06 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Definisi korupsi yang sering dipakai baik oleh World Bank dan UNDP (United Nations Development Programme) adalah penyelewengan atau penyalahgunaan pelayanan publik untuk keperluan pribadi. Atau dapat diperluas menjadi penyalahgunaan kantor untuk tujuan tidak resmi. Transparency International, sebuah LSM anti korupsi dunia, mempertegas definisi korupsi menjadi penyalahgunaan kekuasaan yang dipercayakan untuk kepentingan pribadi (Abjorensen, 2014).

Korupsi dibedakan menjadi 3, yaitu grand corruption, petty corruption dan political corruption.

Grand corruption merupakan korupsi yang melibatkan pejabat pemerintah tingkat tinggi yang dapat mengarahkan kebijakan atau fungsi negara sehingga memungkinkan pemimpin mendapat keuntungan dari dana publik.

Sedangkan petty corruption merupakan penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat publik tingkat menengah atau rendah dalam interaksi mereka dengan masyarakat yang mengakses pelayanan umum seperti rumah sakit, sekolah, polisi, dan lain-lain.

Dan political corruption didefinisikan sebagai manipulasi kebijakan, institusi dan prosedur dalam alokasi sumber daya dan keuangan oleh pembuat keputusan politik yang menyalahgunakan posisi untuk mempertahankan kekuasaan, status, dan kekayaan (Transperency International, 2009).

Di Indonesia kita melihat ketiga bentuk korupsi ini. Dalam buku Challenging Corruption in Asia, Bhargava dan Bolongaita menyebutkan bahwa grand dan political corruption sangat masif di Indonesia sebelum reformasi 1998. Setelah itu meskipun ada janji-janji dari pemerintah yang baru, tetapi perkembangan pemberantasan korupsi sangat lambat. Bahkan hingga sekarang sudah lebih dari 20 tahun sejak reformasi, Indonesia masih jauh dari bebas korupsi (Bhargava dan Bolongaita, 2004).

Petty corruption merupakan bagian dari keseharian yang masih kita temui ketika berinteraksi dengan pelayanan publik seperti mengurus berbagai dokumen dari kantor kelurahan, kecamatan, kepolisian, seleksi pegawai negeri, dalam kasus yang berhubungan dengan pengadilan, penjara, dan lain-lain.

Sebenarnya seperti apakah karakteristik korupsi sehingga sulit sekali diberantas? Menurut sosiologi korupsi, korupsi adalah tindakan yang umumnya melibatkan lebih dari 1 orang.

Tindakan ini bersifat rahasia kecuali bila sudah begitu merajalela dan sangat berakar, sehingga individu yang berkuasa atau sekelompok orang yang dilindunginya tidak terganggu lagi untuk terlihat aktifitasnya. Setiap orang yang terlibat dalam korupsi akan merasa saling menguntungkan dan merasa wajib saling menjaga.

Meskipun merasa kontradiktif dalam dirinya, biasanya mereka akan membuat pembenaran-pembenaran dan menghindari pertentangan terbuka dengan hukum. Orang-orang ini menginginkan kepastian kebijakan dan dapat mempengaruhi pembuat keputusan. Semua tindakan korupsi melibatkan penipuan, biasanya berupa penipuan terhadap lembaga publik atau masyarakat luas dan merupakan pengkhianatan terhadap kepercayaan. Korupsi juga melanggar norma kewajiban dan tanggung jawab dalam masyarakat sipil (Alatas, 1975).

Melihat karakteristik di atas, terlihat bahwa korupsi adalah tindakan bersama-sama, bukan tindakan individu. Kelompok yang terbentuk juga bukan kelompok biasa, melainkan suatu kelompok yang solid atau kohesif. Di dalam kelompok yang kohesif, terdapat resiko dinamika perilaku yang disebut groupthink. Irving Janis mendefinisikan groupthink sebagai

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun