Mohon tunggu...
Herawati
Herawati Mohon Tunggu... Relawan - Seorang konselor dan pemerhati perilaku

Pengajar, tim riset dan konselor di STTRI Warung Buncit, Jakarta Konselor di Hope Counselling Centre UPH, Karawaci

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Mengapa Hakim dan Jaksa Korupsi?

12 November 2020   15:12 Diperbarui: 16 November 2020   19:06 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"a mode of thinking that people engage in when they are deeply involved in a cohesive in-group, when the members' strivings for unanimity override their motivation to realistically appraise alternative courses of action" (Janis, 1972).

Groupthink merupakan kecenderungan individu untuk memilih pikiran dan tindakan yang sama dengan kelompok dibandingkan pilihan lain yang lebih realistis.

Lebih jauh Janis menjelaskan ada 3 hal yang mendorong anggota grup menggunakan mode berpikir groupthink, yaitu: penilaian yang berlebihan terhadap grup, ketertutupan pikiran anggota grup dalam melihat permasalahan, serta tekanan mencapai keseragaman dalam grup (Janis, 1991).

Penilaian yang berlebihan terhadap grup terbentuk karena adanya ilusi kekebalan grup dan ilusi moralitas grup. Korupsi punya sejarah panjang di Indonesia.

Robison melaporkan bahwa korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan sudah biasa terjadi antara politisi dan pengusaha sejak era Demokrasi Parlementer (1950-1959) dan Demokrasi Terpimpin (1959-1965) berupa pemberian hak khusus dalam perijinan dan kesempatan berusaha yang tidak transparan.

Hal ini berlanjut, bahkan semakin besar dan sistematis pada era Orde Baru (Robison, 1986). Para pejabat publik ini menggunakan kekuasaannya untuk meraih keuntungan bagi kelompoknya melalui tindakan meminta suap, mark up, penyalahgunaan anggaran, penggelapan, penyalahgunaan wewenang, kegiatan/proyek fiktif, laporan fiktir, pungutan liar, gratifikasi, dan pemerasan (ICW, 2019).

Posisi peradilan sebagai penentu hukuman bagi koruptor menjadi posisi yang strategis karena dapat melakukan jual beli keputusan. Tak heran apabila perlawanan melawan korupsi menjadi sangat lemah. Kelompok pelaku korupsi merasa diri sebagai kelompok yang kuat dan kebal karena telah membangun simbiosis yang saling menguntungkan dan saling melindungi dengan pejabat peradilan.

Kondisi ini meyakinkan para pejabat, jaksa dan hakim pelaku korupsi bahwa kelompok mereka adalah kelompok yang kebal hukum (Bhargava dan Bolongaita, 2004). Ilusi kekebalan grup menciptakan optimisme berlebihan dan keberanian untuk mengambil resiko yang ekstrim (Janis, 1972).

Ilusi atas moralitas grup muncul karena keyakinan bahwa grup telah melakukan banyak kebaikan. Sebagai pemerintah telah melakukan pembangunan dan melayani rakyat, sebagai hakim telah menyelesaikan banyak perkara, sebagai jaksa telah menuntut dan mengirim penjahat ke penjara.

Melihat pada hal-hal yang baik saja membuat individu cenderung mengabaikan konsekuensi moral dan etis atas keputusan atau tindakan kurang bermoral yang diambilnya (Janis, 1973). Sering kita melihat para koruptor tidak merasa bersalah meskipun telah merugikan negara karena ia telah melakukan tindakan bermoral yang lain. Keyakinan bahwa ia adalah orang baik meskipun telah melakukan tindakan amoral (korupsi) disebut moral lisencing (Brown, 2011).

Umumnya para koruptor mengalami kontradiktif dalam dirinya (Alatas, 1975). Festinger (1957, p 1-4) menyebut gejala ini cognitive dissonance, yaitu adanya pemikiran-pemikiran yang tidak konsisten dan saling kontradiktif sehingga menimbulkan ketidakseimbangan dalam diri individu. Di dalam grup, kontrakdiksi terjadi antara tuntutan kelompok dengan suara hati nurani (Brown, 2011).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun