Namun mata indah itu malah berkaca-kaca dan bibir manis itu bergetar menahan pedih. Aku memgang kedua tangannya agar hatinya tenang.Â
"Bukankah kamu ingin agar aku tabah? Tabah menghadapi cobaan ini?" Erika tertunduk. Setitik air mata jatuh diatas jemarinya.
"Hen, aku ingin kamu memelukku untuk yang terakhir tapi aku takut ini justru akan semakin menambah kepedihan ini !" suara Erika penuh haru.
"Ya Rika, akupun demikian," ucapku pelan.
"Izinkan aku hanya memandangmu," katanya perlahan.Â
Di depanku Erika hanya mampu menatapku tajam. Jemarinya kugenggam erat ketika dia berkata lirih.Â
"Selamat tinggal Hen," desahnya sambil memandangku dengan mata yang berkaca-kaca.
Aku hanya tertegun membisu. Mata indah itu masih berkaca-kaca dan bibir manis itu bergetar.Â
Sementara di luar sana awan mendung mulai mengurung semakin tebal semakin gelap.Â
Hujanpun tidak dapat dielakkan mulai turun dengan deras sederas air mata Erika membasahi pipinya.Â
Sungguh aku tidak menyangka pertemuan ini adalah yang terakhir bersama gadis yang sangat aku cintai ini.Â