"Aku tidak tahu. Rasanya hampa setelah mendengar pertunanganmu," kataku.Â
Kulihat Erika tertunduk. Ia mempermainkan jemarinya dan di sana aku dapat melihat cincin tunangan itu begitu cantik menelusup di jari manis tangan kirinya.
"Aku tak bisa berkata apa-apa. Aku merasa hari ini kita bertemu untuk yang terakhir. Esok aku mungkin sudah tidak bisa memandangmu lagi," kata Erika sambil memandangku tajam.Â
Aku hanya mampu menghela nafas yang rasanya dada ini sesak sekali.Â
Helaan nafas kepedihan hati yang mungkin terluka gegara suatu perbedaan yang tidak seharusnya memisahkan sebuah cinta.Â
"Rika, aku sudah menyadari semuanya."
"Terima kasih," suara Erika tersekat di kerongkongan.
"Aku juga harus menyadari bahwa esok mungkin kita tidak akan berjumpa lagi." Lanjut gadis cantik ini.Â
Rasanya dada ini semakin sesak dan aku hanya dapat memandang Erika yang tertunduk.
"Hen!" Suara Erika lirih sambil memandangku.
"Aku tidak mau menangis. Bukankah kamu menyukai jika aku tidak menangis?" Suara Erika pelan sambil memandangku.Â