"Alan sewaktu kau katakan di Bandung ini baru saja keliling ke tempat tempat yang kau sebutkan itu. Bukankah itu adalah tempat-tempat yang dulu sering kita kunjungi? Aku mencoba merasakan perasaanmu saat ini aku mencoba mengerti dan maafkan aku Alan, aku telah mengambil keputusan yang tidak kau inginkan!"
"Kadang aku merasakan cintamu seperti yang pernah kau katakan dulu padaku. Kadang pula aku ingin meraih cintamu itu namun aku menyadari aku tidak layak menerima cintamu karena ada cinta yang jauh lebih luhur untukmu yaitu cinta Daisy Listya!"
"Daisy Listya adalah cinta sejatimu walaupun mungkin tidak bisa kau raih namun andaikan aku harus menggantikan cinta Daisy Listya adalah hal yang tidak bisa disetarakan."
"Itulah sebabnya aku tidak bisa memenuhi keinginan Listya agar aku menikah denganmu."
"Alan ada yang perlu kau ketahui bahwa sebenarnya Intan, putriku, lebih merestuimu dari siapapun untuk menjadi teman hidupku. Namun alasan-alasan di atas itu yang membuat aku harus memberi keputusan yang lain."
"Selamat jalan Alan semoga selamat dan sehat sampai di Surabaya."
Aku tertegun membaca pesan Kinanti di ponsel itu. Berulang-ulang aku membacanya. Berulang-ulang tanpa bosan.
Namun kini semua sudah menjadi lembaran masa lalumu. Diana Faria, Daisy Listya dan kini Kinanti Puspitasari sudah ditakdirkanNya menjadi masa lalumu.Â
@hensaÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H