"Anak putriku ini sangat protektif sekali. Aku selalu dilindungi secara berlebihan. Setiap ada lelaki yang datang ke rumahku, Intan selalu bertanya apakah itu pacar Ibu?"
"Bagus dong. Itu cinta seorang putri kepada Bunda tercinta."
"Memang ada teman-teman dosen yang masih jomblo yang mencoba mendekatiku. Paling tidak sudah tiga orang dan aku selalu meminta pendapat putriku. Ternyata Intan tidak merestui," kata Kinanti.
"Lalu kau sendiri bagaimana? Apakah ada yang sudah menawan hatimu?" Tanyaku serius.
Heran aku tidak tahu kok tiba-tba saja ada rasa cemburu dari nada pertanyaanku itu.
"Entahlah Al. Bagiku semuanya aku serahkan kepada Intan. Kebahagiaanku adalah kebahagiaan Intan. Saat ini aku hanya mengharapkan kedamaian dan ketenteraman hati".
"Benar Kinan." Rasanya lega belum ada lelaki yang membuat Kinanti jatuh cinta.
"Kadang-kadang saat aku sendiri dan teringat mendiang suamiku saat itu aku merasa sendiri. Lho Alan sekarang malah aku yang jadi sensitif begini, sorry," kata Kinanti mencoba tersenyum tapi aku melihat ada setitik air mata di sudut matanya.
"Tidak apa-apa Kinan. Kita adalah orang-orang yang sedang diuji olehNya sebagai hamba yang harus merasakan kehilangan orang yang dicintainya." Kataku sok bijak.
Mengobrol di Rumah Kinanti memang mengasyikkan sampai tidak terasa hari semakin siang.
Ketika terdengar suara deru sepeda motor berhenti dan aku melihat seorang gadis memarkir sepeda motor di teras depan rumah itu.