Mendengar hal itu kulihat Kinanti tertawa. Tawanya terasa ceria penuh bahagia.
"Alan menurutku, Listya itu mencintaimu seperti halnya kamu mencintainya. Aku bisa merasakan bagaimana perasaan hati seorang wanita." Kata Kinanti.
"Aku masih ingat waktu itu bagaimana tatapannya ketika kau memperkenalkanku padanya. Sebenarnya Listya sangat mengharapkanmu," kata Kinanti melanjutkan.
Aku termenung mencerna kata-kata Kinanti. Memang aku juga bisa merasakan cinta Listya. Semakin lama semakin kuat justru malah menjelang dia menikah.
Berarti yang dikatakan Amel, sahabatnya itu benar bahwa Listya menikah dengan Rizal bukan karena cinta tapi karena hutang budi orang tua Listya kepada keluarga Rizal.
Untuk memastikan hal ini aku harus bertanya kepada Listya. Nanti dulu jika itu harus dilakukan maka dibutuhkan keberanian ekstra.
Apakah aku cukup berani bertanya tentang hal yang sangat sensitif itu kepada Listya? Entahlah aku belum mau mencobanya. Namun tentang hal ini sementara tidak boleh diketahui dulu oleh Kinanti biar aku saja yang tahu.
"Hei kok malah melamun?" Suara Kinanti menyadarkanku dari lamunan sesaat itu.
"Kinan, bagaimana kalau sementara ini kita tidak bahas dulu soal Listya. Bagiku dia sudah bahagia dengan suaminya."
"Ya yang penting kamu juga tidak boleh kembali menutup diri. Buka hatimu untuk menerima cinta seseorang. Diana Faria sudah ada di masa lalu mungkin juga Daisy Listya." Kinanti berkata sambil menatapku.
"Kinan sebenarnya aku ingin jujur kalau aku masih berharap kepada Listya. Aku tidak tahu mengapa begitu."