"Aku juga tidak tahu. Sebagai wanita yang karirnya sukses mungkin Intan sudah agak sulit menemukan teman dalam pergaulan yang setara dengannya."
Intan Permatasari bekerja di sebuah Perusahaan Ekspor-Impor di Jakarta. Dia memegang jabatan yang sangat penting dalam perusahaannya, demikian Diana menceritakan karir Intan saat ini.
"Hensa saat ini Intan masih cantik seperti dulu. Kabar baik lainnya dia kirim salam untukmu dan keluarga." Kata Diana.
"Terima kasih Diana," kataku.
Itulah kabar terakhir tentang Intan Permatasari. Ah aku jadi ingat saat aku mengutarakan cintaku padanya. Intan bagiku adalah sahabat di Sekolah maupun di luar Sekolah.
Dia teman grup belajarku. Setiap ada PR Matematika, Goniometri, Ilmu Ukur Ruang, Ilmu Pesawat Mekanika, Kimia, Fisika, Biologi, Intan adalah jagoannya. Gadis ini juara di kelasku.
Aku bersyukur bisa bersahabat dengannya. Akupun bersyukur diantara teman prianya, Intan lebih percaya padaku. Mungkin karena aku ini orangnya polos dan agak sedikit religius entahlah.
Jika pada saat ada acara sekolah yang diselenggarakan malam hari maka aku selalu diminta untuk menemaninya. Begitupula Ibunya tampak lebih sering menitipkannya kepadaku agar ditemani saat pulang.
Sejak kelas tiga SMP kami memang sudah bersahabat. Banyak teman pria yang lain berusaha untuk mendekati Intan namun selalu dengan halus Intan menghindarinya.
Setiap ada teman pria yang mendekatinya maka Intan selalu bercerita kepadaku. Hingga pada suatu kesimpulan sesungguhnya Intan sedang mengharapkan pria mana. Apakah ini saatnya aku harus maju "menembaknya" mengutarakan isi hati.
Saat kelas tiga SMA itulah aku memutuskan untuk mengutarakan cintaku kepada Intan. Saat itu baru saja kami menerima pengumuman kelulusan Ujian Akhir SMA.