Komposisi blotong dipengaruhi oleh metode proses pemurnian nira yang dilakukan pabrik gula.
Proses karbonatasi mengakibatkan kadar kapur dalam blotong sekitar 35 % atau lebih, tetapi kadar bahan organiknya tidak begitu tinggi. Beberapa data menunjukkan komposisi blotong dari pabrik gula dengan proses pemurnian sulfitasi. Kadar Carbon sebesar 46,83 persen dan Nitroen sebesar 1,38 persen sehingga C/N ratio yang dikandung sebesar 35,75.
Memperhatikan komposisi blotong dan ampas tebu tersebut, maka tidak diragukan lagi bahwa bahan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber organik tanah.
Tentu saja perlu melalui proses degradasi dan sintesis terlebih dahulu untuk mendapatkan bentuk sumber organik yang siap diaplikasikan ke lahan pertanian dan bermanfaat bagi kesuburan tanah.
Abu Ketel adalah bahan potensial lain selain blotong dan ampas tebu. Abu ketel juga merupakan limbah PG yang bermanfaat sebagai bahan baku kompos. Abu ketel bermanfaat dalam desain komposisi bahan kompos sehingga dapat diperoleh kadar C/N yang optimal dan pengkayaan mineral serta mikro elemen yang berasal dari tanaman tebu.
Ditinjau dari aspek unsur mikronya, penambahan abu ketel ke dalam blotong sebagai bahan baku kompos akan memperkaya unsur kalium karena kadar kalium dalam abu ketel realtif tinggi yaitu 7,1 persen.
Prinsip Dasar Proses Pembuatan Kompos
Proses pembuatan pupuk organik atau kompos adalah proses biokimia yang dilakukan oleh mikroba. Maka mutlak kaidah mikrobiologis harus dipenuhi dalam proses pembuatannya.
Berbeda dengan proses kimia, proses mikrobiologis terjadi terutama karena peran mikroba sehingga kondisinya harus diupayakan agar aktivitas mikroba optimum.
Disamping itu species mikroorganisme yang digunakan juga turut menentukan kecepatan degradasi dan hasilnya proses pengomposan.
Proses pembentukan pupuk organik dimotori oleh mikroba yang mendegradasi bahan organik seperti hemisellulosa, sellulosa, protein menjadi CO2 + H2O + energi.