"Tidak apa-apa Pak. Kalau ingat cerita Mbak Diana Faria, saya sangat terharu. Bapak harus mulai mendapatkan teman hidup yang menjadi cahaya mata hati Bapak sehingga nanti merasa tentram kepadanya. Saya akan bahagia jika Bapak segera menemukan gadis tersebut," kata Listya, suaranya yang lembut dengan tutur kata yang memukau.
Tuhanku, di depanku ini adalah teman hidup yang menjadi idaman selama ini. Mengapa mahluk cantik ini tidak ditakdirkan untuk menjadi istriku? Aku mohon.Â
"Saya pamit dulu Pak. Jangan lupa saya tunggu Undangan Pernikahan Bapak." Suara Daisy Listya berpamitan.
Gadis cantik ini meninggalkanku dengan keramahannya. Aku menyempatkan mengantar Listya sampai di ujung pintu.
Aku masih duduk memandang Undangan Pernikahan Daisy Listya. Â Rasanya seperti mimpi. Aku sudah menemukan gadis yang mampu menggantikan Diana Faria namun gadis ini ternyata harus menikah dengan orang lain.
Apakah sebenarnya yang terjadi. Aku sungguh-sungguh tidak mengerti. Â Aku mencoba terus memahami arti hidup ini. Aku harus mulai mencoba pula melupakan harapanku terhadap Daisy Listya.
Biarlah dia bahagia dengan orang yang dicintainya. Aku harus mencoba menjadikan hatiku memiliki ruang yang luas sehingga bisa menerima cobaan apapun yang terjadi padaku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H