"Aku sesungguhnya merasa lega hari ini kamu sudah mau masuk lagi ke laboratorium untuk menyelesaikan penelitian skripsimu"
"Ya Hensa. Aku berharap dengan kesibukan di laboratorium ini  aku bisa mulai melupakan kepedihan ini" suara Aini agak tersendat. Aku melihat matanya mulai berkaca-kaca.
"Maafkan aku Aini. Aku berkata seperti ini sehingga membuatmu kembali teringat kepedihan itu. Padahal aku tadi merasa bahagia saat kembali melihat tawa dan senyummu"
"Tidak apa-apa Hensa. Aku sangat berterima kasih atas semua dukunganmu selama ini"
"Sama-sama Aini. Aku juga entah bagaimana saat ditinggal Erika ternyata kamu selalu ada disaat aku butuh nasihat"
"Sudahlah Hensa. Kita harus yakin semua yang terjadi pasti sudah atas campur tanganNya"
"Oke kalau begitu aku ingin melihat gadis cantik di depanku ini kembali tersenyum seperti biasanya agar semua yang ada disekitarnya turut juga tersenyum"
"Ah kamu mulai menggombal!" kata Aini sambil benar-benar tersenyum menatapku namun kali ini ada rona merah di pipinya. Oh cantiknya Aini Mardiyah. Aku merasakan kedamaian disisinya.
Baca Juga : Hari Pernikahan Itu
Malam itu di luar hujan gerimis masih berkepanjangan. Aini sudah menyelesaikan semua contoh yang dianalisa sedangkan aku masih cukup lama harus menyelesaikan bagian pekerjaanku. Maka ketika itu Aini berpamitan duluan. Kuantar dia sampai di pintu laboratorium. Aini kulihat menuruni tangga sementara hujan gerimis masih belum reda. Dari jendela laboratorium ini aku melihat  Aini berjalan menuju mobilnya. Tiba-tiba aku melihat seseorang keluar dari mobil itu, seorang laki-laki berlari kecil menyongsong Aini sambil membawa payung. Lalu kulihat mereka berpayung bersama menuju mobil di tempat parkir itu.
Oh Tuhan siapa laki-laki itu. Tiba-tiba ada rasa cemburu. Aku memandang lewat jendela laboratorium itu dan kulihat mobil jazz biru gelap itupun lenyap di telan malam. Rupanya Aini tadi diantar jemput oleh lelaki itu. Siapa laki-laki itu. Mengapa aku cemburu?.