***
Semakin malam cuaca semakin dingin. Akan tetapi, ketiga temanku tak tampak kedinginan. Mereka malah berkeringat dan saling berganti mengibas-ibaskan asap dari wadah bakar gurame.
Aku, dan Romo, menyiapkan bumbu-bumbu, sedang Ibu meracik bumbu bakar. Aku yang tak jauh dari Tigor sesaat ia bertanya tentang Jogoboyo dan Jogotirto yang beberapa hari ini kerap ia dengar.
Sebelumnya, selama di kota aku selalu menginap di rumah ketiga temanku secara bergilir setiap akhir pekan. Ketiga temanku hidup di sebuah pemukiman padat penduduk. Kalau ingin main bola harus sewa tempat futsal. Sebetulnya bisa tidak sewa, dengan bermain bola di tempat fasum. Namun, fasum itu kini berubah seketika. Beralas ubin beton dan menjadi tongkrongan penuh sesak para besi beroda empat.
Kalau siang udara begitu sangat panas. Tidak ada pohon-pohon hijau rindang. Semua berganti dengan bunga-bunga yang terkurung dalam pot-pot berukuran mirip timba luluh bangunan.
Belum lagi, ketika aku melintas di jembatan yang menghubungkan rumah-rumah, begitu sangat mengerikan dari bawah pandangan menghujam mata. Aneka rupa sampah berhamburan. Jika tidak sedang turun hujan, aroma busuk kuat menusuk hidung sesaat.
Semua yang kusebut tadi belum cukup. Sudah sekian kali aku menginap di rumah Bagus hampir tak bisa kuhitung dengan jari. Bagus selalu saja mengeyel dengan teorinya, air hanya mengalir ke atas. Tetapi entah dari mana air disedot lalu ke atas mengalir keluar dari mesin pompa hampir menyerupai secangkir kopi susu yang biasa aku pesan di kedai dekat kami langganan menyewa tempat futsal.
Begitu aku menceritakan semua hal yang kudapat dari kota kepada Romo. Tak berselang lama Romo menjelaskan dari apa yang Tigor tanya tadi.
"Jadi begini Mas Tigor. Keberadaan Jogoboyo di dusun sangat dibutuhkan. Kenyamanan lingkungan menjadi agenda Jogoboyo dan semua warga dusun memiliki tanggung jawab penuh atas itu. Dan hal itu menyangkut keseimbangan lingkungan." Sesaat Romo menyedu kopi dan melanjutkan. "Peran Jogotirto juga tak kalah penting. Mengenai pipa sepanjang di dusun ini, itu salah satu bagian penting program Jogotirto. Mengupayakan air yang layak guna. Membuat indikasi pencemaran mata air dengan mengalirkan ke arah air terjun."
"Jadi... Jika di sini air tercemar, bisa langsung tahu dari hulunya?" timpal Tigor menerka.
Romo mengedipkan kedua mata tanda setuju. Sesaat Tigor tampak lega. Rambo bersemangat bakal ke sini lagi saat liburan datang.