"Siaaappp!!" serentak sahut mereka bertiga.
Tak berselang lama tiba-tiba saja Bagus bertanya dengan wajah pucat dan lesu.
"Den... Mana rumahmu?"
"Tuh!" tunjukku.
Mereka bertiga melongo. Sesaat saling mengedip mata dan bergegas. Romo dan Ibuku yang sedang duduk santai tepat di tengah teras joglo menyaksikan ketiga temanku tersenyum sembari menggeleng kepala. Mereka bertiga tampak asyik bermain bola di pelataran rumah. Persis seperti burung yang baru saja lepas dari sangkar.
Senin, 30 Desember.
Tentang kebun dan udara segar.
Pagi itu aku bangun satu jam lebih dahulu dari ketiga temanku. Mereka seperti tampak kelelahan. Sore begitu tiba langsung bermain bola. Disambung begadang bersama Romo. Namun, malam itu sebelum Ibu pergi ke kamar lebih dulu, ia menghampiriku. Katanya, besok Romo punya agenda petik buah di kebun, dan ketiga temanku boleh ikut.
Kebun buah milik keluarga kami tidak jauh dari rumah. Kira-kira kurang dari lima menit hanya dengan berjalan kaki sudah sampai.
Aku yang berjalan di belakang Tigor, sepertinya ia masih menyimpan penasaran dengan pipa panjang yang ditopang bambu diikat menyilang di balik tanaman hijau merambat.
Sesaat kami berlima sudah sampai di kebun dan berhenti di samping pohon alpukat yang berbuah lebat. Sesaat Romo memetik buah alpukat itu kemudian menunjukkan kepada tiga temanku, jika buah alpukat yang akan dipetik kurang lebih seperti yang Romo contohkan.
Tak berselang lama kami berpisah, bertemu lagi di titik pertama kami tiba. Romo membagi dua regu. Aku dan Tigor jalan berdua. Sisanya, Rambo dan Bagus ikut menemani Romo.