Saat keranjang di pundakku hampir penuh buah-buahan, aku meletakkannya di tanah. Aku menghela napas sejenak. Begitu juga Tigor melakukan hal yang sama.
"Aku suka udara di sini begitu segar, kayaknya perlu ada agenda sering-sering berkunjung ke tempatmu," katanya sembari kepala menggeleng ketika bola matanya ke sana ke mari menyaksikan daun-daun lebat di samping kiri dan kanan dekat pohon alpukat tadi.
Dari arah belakang mendadak muncul Romo dan kedua temanku.
"Kenapa nggak dari dulu main-main ke sini," sahut Romo sembari meletakkan keranjang yang juga hampir penuh buah alpukat dan rambutan.
"Iya-ya, kenapa nggak dari dulu ya," sahut Bagus sembari menatap Rambo dan Tigor.
Masih dengan santai duduk, Romo mengupas dan menawarkan rambutan yang terlihat kemerahan. Sesaat kami menikmati rambutan itu.
"Oh ya, tadi sewaktu kita petik rambutan, ada yang datang. Siapa ya tadi namanya?" tanya Rambo menyenggol sikut Bagus, tetapi Bagus menaikkan pundak tanda ia sudah tidak ingat.
Romo menyahut, "Joyoboyo."
"Ehem...!!" tenggorokanku serasa gatal tiba-tiba.
"Oh...! Si Putri," Romo malah memperjelas.
Sesaat Rambo dan Bagus terlihat malu-malu. Aku sudah mengira. Sedang Tigor tampak penasaran, apa yang baru saja terjadi pada kedua temannya ini.