"Nah, Rus, kau dengar kali ini," ujar Supeng seperti beranjak serius. "Tempo itu ayah kau bilang susah kali kayu bakar didapatnya. Resah juga ayah kau itu mana batu bata kering sudahlah menumpuk. Mana mungkin tungku menyala kalau kayu bakarnya saja tak cukup."
Rusdi khusyuk mendengarnya. Lalu Supeng masih melanjutkan. "Kau bantu ayah kau itu sedikit-sedikit."
"Apa yang bisa kubantu, Pak. Tak banyak kukenal orang yang menjual kayu bakar."
"Bukan itu maksudku!" Supeng melanjutkan. "Kau bisa kan, masuk ke dalam, kumpulkan daduk-daduk itu lalu bawa pulang. Berbakti sedikit-sedikit lah ke ayah kau itu."
"Aiihh. Mencuri itu namanya. Tak mau aku!!!
Supeng terkekeh mendengar itu. Kemudian Rusdi melanjutkan.
"Masih ingat betul ayah berkata waktu itu, dilarangnya keras aku memungut daduk-daduk di ladang tebu."
"Eh, Rus!!! Bilang pada ayah kau, aku yang suruh."
Rusdi manggut-manggut. Magrib hampir menyapa. Mereka berdua kemudian bergegas pulang.
Begitulah awal bermula Rusdi berani memungut daduk di ladang tebu. Ayahnya betul-betul merasa terbantu. Hingga pada suatu ketika gudang hampir penuh dengan tumpukan seikat daduk. Rusdi pun bersiap-siap berangkat.
"Ke mana lagi kau mau pergi?" tanya ayahnya.