Mohon tunggu...
Henri Koreyanto
Henri Koreyanto Mohon Tunggu... Buruh - Kuli Kasar

Sedang menjalin hubungan baik dengan Tuhan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Seikat Daduk dan Sebatang Tebu

15 Desember 2024   10:27 Diperbarui: 15 Desember 2024   10:27 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Seikat Daduk dan Sebatang Tebu

Ketika langit meremang jingga jauh di sebuah pos jaga melintas sesosok bocah hilang di antara batang-batang tebu yang menjulang tinggi. Sekejap Penjaga tebu mendapati hal itu ia teringat akan sesuatu. Ia menerka-nerka apa gerangan ingatan itu.

Ketika ingatan itu menampakkan secercah cahaya, sekejap cahaya itu kemudian meredup. Sesaat muncul lagi, seketika lenyap lagi. Begitu terus menerus. Hingga suatu ketika ia merasa lelah oleh beban ingatan itu. Tanpa berpikir panjang di atas meja ia letakkan tangan melintang menjadi sebuah bantal dari kepalanya yang kliyengan.

"Pak! Pak!!" sapa bocah itu sembari menggoyang lengan Penjaga tebu. Namun, bukan malah terjaga, tetapi suara dengkur yang semakin keras didapatnya.

"Sudah mau magrib, Pak!!" lanjutnya sedikit nyaring. Sontak penjaga tebu itu terjaga. Kali ini, pandangannya tertuju ke langit lalu ingatannya akan sesuatu mulai menampakkan titik terang.
Sesaat, sorot bola matanya beralih ke arah bocah yang baru saja membuatnya terjaga.

Dipandangnya bocah itu dari ujung rambut hingga  jempol kaki. Ia mengernyit, mendapati sesuatu tepat di sebelah kaki bocah itu. Tampak jelas seikat daduk dan potongan tebu. Penjaga tebu lalu berdiri.

"Sebatang tebu?" tanya Penjaga tebu.

Bocah itu mengangguk.

Sesaat, Penjaga tebu, menarik napas panjang... ... ... ... ...

Sudah empat hari setiap jam tiga sore Rusdi selalu pergi ke ladang tebu untuk mengumpulkan seikat daduk. Sebetulnya ayah Rusdi sudah melarang, sebab ladang tebu itu bukan milik mereka. Tetapi, milik pabrik gula yang letaknya tidak jauh dari dusun tempat mereka tinggal.

Terlebih, para penjaga ladang tebu, konon dikenal tegas dan sangar. Jangankan sampai menebang satu batang tebu, meranting daduknya saja tidak boleh. Andai kata berbuat nekad, lalu tertangkap. Urusan bisa jadi panjang. Dan apa yang dilakukan para penjaga tebu tidak salah, mereka dipekerjakan memang untuk seperti itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun