"Aaah! Gue tahu. Lebih baik tinggal di rumah lo yang ramai itu. Gimana? setuju enggak!"
"Hah? Gak salah!"
"Gak lah! Lebih baik punya keluarga untuh daripada kesepian kayak gini."
"Aku enggak mau! Ada kamu makin sempit nanti rumahku," protesku.
Dia tertawa terbahak-bahak kemudian melahap lagi sayur lodeh buatan ibuku dengan rakus.
"Ken, besok kita cari kue bareng buat hadiah ulang tahun Mama. Dia akan datang ke Jakarta besok. Sekalian juga gue belikan kue untuk Ibu dan Adikmu," ajaknya.
"Gak usah repot-repot, buat apa? Lagian aku tidak pernah membelikan hadiah untuk keluargaku sendiri."
"Eiiittt, dasar pelit. Kadang mereka seneng dikasih hadiah oleh kita sebagai keluarganya. Ya... Walaupun, cuma hal-hal kecil."
Aku tersentuh dengan kata-katanya. Jadi, seperti ini kehidupan Adam yang sebenarnya. Menutupi segala masalahnya, berusaha ceria seolah tak terjadi apa-apa. Ternyata, di rumahnya yang mewah ini. Aku semakin tak merasakan tanda-tanda kehidupan. Terlalu sepi dan sunyi.
Ibu, Ayah, Risa. Aku rindu. Batinku menatap Adam yang sibuk dengan sayur lodeh buatan ibuku dalam diam.
###