Padahal jauh dari rutinitas itu seharusnya ada analisis mendalam yang menjelaskan kondisi awal KAT ante pemberdayaan yakni analisis situasi sosial, budaya, ekonomi, lingkungan, psikologis, politis yang akan dievaluasi pada post pemberdayaan. Komparasi before and after pemberdayaan adalah hasil penting yang harus diukur untuk melihat kinerja program.
Tantangan Saat Ini
Pemberdayaan KAT bukanlah hal mudah. Persebaran populasi yang sulit dilacak akibat lokasi yang terpencil dan pola hidup nomadik, populasi yang sulit didata, biaya yang mahal dalam penjangkauan dan penyediaan kebutuhan dasar, antara lain adalah faktor-faktor yang menjadi kendala penanganan. Dalam pelaksanaan program pemberdayaan, regulasi yang ketat harus diperhitungkan misalnya status lahan tempat tinggal, kelayakan permukiman untuk kehidupan dan penghidupan ke depan.
Beberapa komunitas yang telah berdomisili lama di suatu hutan, ketika hendak diberdayakan melalui penyediaan permukiman layak sederhana segera terbentur akibat lahannya telah masuk hutan lindung, hutan produksi atau kawasan yang tidak boleh dibangun. Warga KAT akan mengklaim bahwa mereka pemilik lahan yang sah karena telah hidup turun temurun jauh sebelum pemetaan hutan dilaksanakan. Â
Pada kasus lain, industri kehutanan dan perkebunan telah merambah kawasan permukiman KAT sehingga membatasi ruang gerak mereka untuk mempertahankan hidup. Studi kelayakan untuk mengetahui profil calon KAT yang akan diberdayakan melalui pembangunan rumah layak sederhana kadangkala tidak dilakukan dengan cermat dan mendalam.Â
Lahan pemukiman yang sempit dan tidak ada ruang untuk berkebun, sumber air yang jauh antara lain adalah kasus yang ditemui di lapangan.  Akibatnya ada warga KAT yang harus tetap mencari nafkah di hutan dengan jarak yang jauh dari rumah tinggal  karena tidak ada lahan yang bisa digarap untuk penghidupan.
Persiapan penyesuaian diri warga KAT yang homogen dan tertutup terhadap orang luar yang heterogen sering belum matang sehingga menyebabkan konflik dengan warga sekitar. Di suatu lokasi baru pemukiman KAT di Kabupaten Merangin Jambi misalnya pernah terjadi konflik akibat salah paham kecil tetapi berdampak besar.Â
Warga yang meludah di hadapan oknum warga KAT disikapi dengan ketersinggungan dan berujung konflik komunal. Akibatnya pemukiman yang telah disiapkan tidak bisa ditempati warga KAT dan mereka harus kembali ke habitat awal. Pendampingan yang lemah dianggap salah satu faktor kurang berjalannya proses akulturasi KAT dengan warga sekitar.
Dari sisi regulasi, Perpres Nomor 186 Tahun 2014 Tentang Pemberdayaan Sosial Terhadap Komunitas Adat Terpencil adalah payung hukum yang kuat dalam upaya pemberdayaan komunitas ini. Tantangan dari sisi regulasi adalah pembatasan jangka waktu pemberdayaan yang ditetapkan di dalam Peraturan Menteri Sosial Nomor 12 Tahun 2015 Tentang Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 186 Tahun 2014 Tentang Pemberdayaan Sosial Terhadap Komunitas Adat Terpencil.Â
Dalam Permensos ini, jangka  waktu pemberdayaan terhadap KAT (Pasal 10) dilaksanakan berdasarkan kategori KAT dengan ketentuan kategori I selama tiga tahun berturut-turut, kategori II selama dua tahun berturut-turut, atau kategori III selama satu tahun. Akibatnya hasil evaluasi yang merekomendasikan apakah warga KAT telah benar-benar graduated atau belum dari keterpencilan kurang menjadi pertimbangan dalam melakukan exit program.Â
Setelah masa pemberdayaan 1 sampai 3 tahun sesuai kategori, program KAT harus dirujuk kepada Pemerintah Daerah. Â Artinya masa pemberdayaan harus benar-benar terencana, bersinergi antar berbagai pihak terkait Pemerintah Pusat, Daerah, Dunia Usaha serta keberpihakan Pemda dalam melakukan pemberdayaan lanjutan atau purnabina.
Bagaimana Pemberdayaan KAT ke Depan?
Tidak dapat dipungkiri bahwa upaya pemberdayaan KAT yang telah dilaksanakan Pemerintah sejak tahun 1969, termasuk peran dunia usaha dan lembaga-lembaga non pemerintah telah membawa banyak kemajuan bagi KAT. Lokasi KAT yang awalnya sangat terpencil, belakangan pasca pemberdayaan telah berubah menjadi desa, kecamatan bahkan menjadi ibukota kabupaten.Â