Bagi KAT kriteria kedua dan ketiga yang telah mulai berhubungan dengan dunia luar juga masih jauh tertinggal dari sisi ketersediaan kebutuhan paling dasar. Kesulitan hubungan dengan dunia luar dan akses mendapatkan kebutuhan dasar adalah pangkal persoalan yang menempatkan warga KAT tidak bisa move on  untuk mengejar ketertinggalannya dengan komunitas lain di sekitarnya.
Apakah jika akses KAT dibuka otomatis keterpencilan akan hilang dan warga KAT bisa langsung berkompetisi dengan masyarakat modern untuk mendapatkan kesejahteraan? Â Pertanyaan ini akan menimbulkan perdebatan. Bagi pihak yang setuju, terbukanya akses KAT ke dunia luar akan mempercepat masuknya gagasan maupun praktik peradaban modern masuk ke KAT.Â
Bagi mereka yang masuk kategori ketiga, yang telah membuka diri kepada orang luar, terbukanya akses ini akan disambut dengan gembira karena secara psikososial mereka sudah memiliki kesiapan yang lebih baik. Maka jika ingin memajukan KAT, tidak ada jalan lain, harus membuka akses yang seluas-luasnya agar mereka segera mampu hidup bersama dengan masyarakat modern. Â
Di pihak lain bagi mereka dengan pemikiran kurang sejalan, maka pembukaan akses dengan sengaja ke KAT akan menimbulkan lebih banyak persoalan karena munculnya tekanan arus peradaban keras yang didorong masuk dari luar. Sempitnya waktu adaptasi terhadap peradaban baru akan memaksa mereka bermutasi menjadi warga bingung yang akan menimbulkan dampak masalah sosial baru.Â
Dibukanya industri perkebunan besar-besaran di wilayah Suku Anak Dalam (SAD) di Jambi misalnya telah memaksa mereka merubah pola hidup yang radikal untuk bertahan. Hutan yang dibabat untuk perkebunan menyebabkan sulitnya mendapat makanan. Hasil buruan yang makin langka dan pemukiman berupa sudung di perkebunan yang tidak mendapat ijin dari pemilik akan menimbulkan konflik baru.Â
SAD harus terus melangun (nomadik), bukan semata-mata karena kultur dan keinginan mereka, tetapi itulah cara terbaik untuk bertahan hidup di tengah arus kapitalisme yang merangsak masuk ke habitatnya. Â Pandangan sebagian kalangan agar pemberdayaan KAT merepresentasikan pola hidup aslinya, misalnya tetap mempertahankan pola mencari makan, bentuk rumah, cara berpakaian, tidak selalu dapat diyakini.Â
Pengalaman menunjukkan bahwa warga KAT menginginkan kemajuan sebagaimana yang dirasakan warga kota. Beberapa KAT di Papua misalnya menginginkan rumah mereka terbuat dari semen dan beratap seng. Sebagian yang lain sangat mendambakan penerangan listrik. Bahkan banyak warga KAT yang mendambakan bertani dan beternak sebagai pengganti cara meramu dan berburu.
Prakondisi Pemberdayaan dan Pendampingan
Ada pendapat, daripada membawa kemajuan orang luar kepada KAT yang menimbulkan dampak negatif, biarkanlah mereka hidup seperti apa adanya karena mereka sudah melakoninya beratus tahun dan mereka tetap bertahan. Kemajuan itu akan datang sendiri lambat atau cepat, termasuk kemajuan bagi warga KAT.
Membiarkan siapa pun untuk tumbuh dan berkembang sendiri yang hanya dipandu oleh nilai-nilai kearifan lokalnya tentulah tidak arif dan bijaksana. Benar bahwa alam memang menyediakan segalanya termasuk kebutuhan bagi KAT. Tetapi alam juga harus diolah dan dikelola sehingga memberi kemaslahatan bagi penghuninya. Ini memerlukan pengetahuan dan keahlian yang tidak selalu dimiliki warga KAT. Sementara itu keinginan mendudukkan KAT setara dengan warga lain yang lebih maju tidak bisa diraih dengan sekejap dan instan.Â
Menyiapkan semua kebutuhan warga KAT oleh orang luar yang berperan sebagai subjek akan menimbulkan ketergantungan, dan harapan akan terjadinya kemandirian warga KAT hanya akan menjadi mimpi. Karena itu perlakuan kepada komunitas ini harus khusus, partisipatif, berkelanjutan dan situasional. Perlakuan untuk setiap KAT seyogianya spesifik karena setiap KAT memiliki kekhususannya sendiri baik sosial budaya, pandangan dan pola hidup hingga derajat keterpencilannya.Â
Karena itu memberdayakan KAT diawali dari dalam secara induktif dengan mengelola sedemikian rupa nilai-nilai lokal agar dapat beradaptasi dengan nilai-nilai dari luar. Cara ini pun harus dilakukan secara gradual dan tidak semata-mata memenuhi target. Situasional dimaksudkan pada di mana situs (tempat) KAT berada, yang tentunya perlakuan bagi mereka yang menetap di pegunungan, dataran rendah, pesisir atau daerah aliran sungai juga harus berbeda.