Pekerjaan Sebagai Objektivitas Manusia
Bekerja berarti manusia memberikan bentuknya sendiri dari obyek alami. Melalui pekerjaan itu, manusia mengobyektivisasikan dirinya ke dalam alam.
Bakat dan kemampuannya tidak tinggal dalam angan-angannya, melainkan telah menjadi obyek yang nyata. Manusia dapat melihat dirinya di dalam pekerjaannya. Kerja menjadi cerminan hakekat manusia.
Manusia tidak bekerja sendirian. Kebutuhan-kebutuhannya dapat ia penuhi melalui hasil pekerjaan orang lain.
Begitu pula hasil pekerjaan kita pun berguna untuk memenuhi kebutuhan orang lain. Penerimaan dan penghargaan orang lain terhadap hasil kerja kita, membuat kita merasa diakui.
Kita merasa berarti karena tahu bahwa kita mampu memenuhi kebutuhan orang lain. Pekerjaan menjadi sesuatu yang menggembirakan karena orang lain menerima dan menghormati hasil pekerjaan kita.
Di situ tampak bahwa manusia pada hakekatnya bersifat sosial, dan hakekat itu nyata di dalam pekerjaan. Melalui pekerjaan, manusia membuktikan diri sebagai makhluk sosial.
Kerja memiliki dimensi historis. Alam, tradisi-tradisi pengetahuan manusia, ilmu pengetahuan, alat-alat kerja, dunia kita dan segala isinya bukanlah sesuatu yang ada begitu saja, melainkan warisan hasil pekerjaan generasi-generasi sebelumnya. Dunia kita dan segala isinya merupakan produk sejarah.
Keterasingan dalam Pekerjaan
Karena pekerjaan merupakan sarana perealisasian diri manusia, maka seharusnya bekerja memberikan kepuasan dan kegembiraan. Namun dalam kenyataannya, khususnya bagi para buruh dalam sistem kapitalis, pekerjaan justru mengasingkan mereka.
Dalam sistem kapitalis, pekerjaan dilakukan secara terpaksa. Di dalam pekerjaan itu manusia tidak berkembang dan semakin terasing dari dirinya sendiri dan orang lain.