Atau bisa juga karena merupakan kebiasaan atau tradisi. Sebagaimana mana kita ketahui masyarakat Jakarta dan sekitarnya sebagian besar merupakan masyarakat urban yang berasal dari desa awal mulanya.
Ada masyarakat memiliki kebiasaan lama atau tradisi yang melakukan pembakaran sampah dan sudah merupakan kebudayaan bagi mereka. Hal ini mungkin sudah dilakukan selama berpuluh-puluh tahun dan dianggap sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari yang terbawa sejak dulu kala.
Tradisi ini bisa saja berasal dari keterbatasan teknologi atau pengetahuan pada masa lalu ketika di desa dulu.
Larangan Membakar Sampah Diatur Sejak Dari Perda Sampai Undang-Undang.
Praktik pembakaran sampah marak terjadi di lingkungan perumahan, apalagi pada saat musim panas, pembakaran sampah rumah tangga makin menjadi-jadi sehingga merupakan tindakan masif di tengah masyarakat.
Seolah-olah tindakan membakar sampah dibolehkan dan tidak ada aturan yang melarangnya.
Padahal senyatanya tindakan pembakaran sampah dilarang dilakukan dan diatur sejak dari aturan yang paling rendah berupa Perda sampai dengan aturan hirarki yang tinggi seperti Undang-Undang.
Pasal 126 ayat e Perda Sampah DKI menyatakan bahwa setiap orang dilarang membakar sampah yang mencemari lingkungan.
Untuk sanksi atas larangan tersebut berdasarkan Pasal 135 ayat 1 Perda Sampah DKI merujuk akan mengenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Undang-Undang rujukan yang dimaksud Perda adalah Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU Lingkungan Hidup).
UU Lingkungan Hidup telah diterapkan terhadap pelaku pembakaran sampah untuk memberlakukan sanksi pidananya.
Tim Penyidik Penegakan Hukum Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menetapkan empat orang tersangka pencemaran lingkungan.