Pihak lawan dengan segala kekurangan dan atau tidak punya bukti sama sekali akan tetap berusaha untuk banding ke Pengadilan Tinggi.
Begitu juga ketika kalah lagi di Pengadilan Tinggi akan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Bahkan upaya hukum luar biasa Peninjauan Kembali (PK) akan ditempuh pihak lawan, walau sebenarnya mereka tidak mempunyai bukti sama sekali.
Banyak pengamat berkomentar bahwa upaya hukum luar biasa saat ini sudah menjadi biasa, karena pihak-pihak yang berperkara ngotot tanpa dasar dan mengajukan PK hanya sekedar memuaskan nafsu serakah saja.
Setelah melewati semua yang melelahkan dan Mahkamah Agung memutuskan tentang kebenaran hak yang kita miliki bukan berarti masalah selesai dan kita bisa menikmati semua hak-hak yang kita miliki.
Kadang-kadang obyek yang menjadi sengketa masih dikuasai oleh pihak lawan, sehingga masih dibutuhkan upaya hukum ekstra yang dinamakan dengan upaya paksa melakukan pengosongan, ketika pihak yang tidak berhak masih menguasai obyek sengketa.
Upaya Paksa Pengosongan Melalui PengadilanÂ
Upaya hukum terakhir untuk menguasai dan menikmati hak yang kita miliki, setelah mengalami pengalaman hukum yang melelahkan adalah melakukan upaya paksa pengosongan.
Upaya hukum tersebut akan dilakukan melalui Pengadilan agar sah apabila pihak yang kalah tidak mau menyerahkan secara suka rela.
Upaya pengosongan yang sedang trending di media saat ini adalah upaya paksa pengosongan rumah anak proklamator Guruh Soekarnoputra di daerah Jakarta Selatan.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akan mengeksekusi rumah Guruh Soekarnoputra di Jalan Sriwijaya III Nomor 1, Kebayoran Baru, Jaksel.
Upaya paksa pengosongan oleh Pengadilan dilakukan sebagai buntut Guruh kalah dalam gugatan perdata melawan Susy Angkawijaya.