Yaitu masalah kurang memahami pentingnya pendidikan seksual yang holistic dan tidak memberikan penekanan yang cukup pada pendidikan seksual yang menyeluruh.
Kurangnya pemahaman dan kesadaran tentang masalah kekerasan seksual dapat membuat mereka kurang waspada terhadap tanda-tanda dan perlindungan yang diperlukan.
Dari kasus-kasus yang mencuat ke permukaan beberapa oknum guru pesantren memanfaatkan keminiman pengetahuan santri tentang pendidikan seks yang holistic.
4. Adanya kesan kultur Pesantren  yang tertutup.
Beberapa pesantren mungkin memiliki kultur yang menutup-nutupi atau enggan membahas masalah kekerasan seksual karena dianggap tabu atau malu.
Apabila hal seperti ini terjadi dapat menyebabkan korban menjadi terisolasi dan sulit untuk melaporkan kejadian kekerasan seksual yang dialaminya.
5. Kurangnya sistem pengawasan dan perlindungan:
Selain daripada itu ada dugaan beberapa pesantren tidak memiliki sistem pengawasan yang memadai untuk mencegah kekerasan seksual.
Akibat tidak jelasnya kebijakan, prosedur pelaporan, dan penanganan kasus kekerasan seksual dapat membuat lingkungan pesantren menjadi rentan terhadap kekerasan seksual.
6. Ketidakseimbangan gender:
Ada kemungkinan beberapa pesantren masih menganut pandangan yang patriarki sehingga menempatkan perempuan dalam posisi yang rentan dan lemah.
Ketidakseimbangan gender ini dapat menciptakan lingkungan di mana potensi kekerasan seksual lebih gampang terjadi.