"Jangan masuk ke sungai seperti itu Fik, di sini sering terlihat buaya, apalagi lokasi-lokasi dalam seperti tadi", terang Pak Taufik.
Waduh... itu sebabkan tadi Pak Taufik memperingatkan kami untuk tidak ikut masuk air. Tapi syukurlah, semua berjalan normal lagi tidak ada hal-hal buruk terjadi.
Tak terhitung akhirnya kami turun naik rakit. Ketika rakit akan melewati jeram dan lubuk sungai yang dalam dalam sebuah tikungan tajam, sebagian besar kami turun dan berjalan di area sungai yang lebih dangkal. Sementara Kak Madi dan Ardin membawa rakit berdua.
Sampai suatu saat, kami masih menunggu rakit kami yang berjalan memutar.
"Wooiii, cepat bantu... " kami segera berlari menuju Ardin yang berteriak.
"Rakit kandas.. patah..."
Kami segera lebih bergegas. Kak Madi berusaha mempertahankan rakit agar tidak hanyut. Ardin mengambil tas-tas kami di atas rakit, mengoper ke kami ber-estafet. Setelah semua tas terselamatkan, Kak Madi segera melepas rakit hanyut.
Kami memandangi rakit kami kembali, melucur menghantam batu besar dan berhenti tertahan, patah jadi dua. Habislah riwayat.
"Tinggal sedikit lagi kita sampai Pohulongo. Jalan kaki saja" terang Kak Madi.
Tak terasa kami akhirnya melewati kebun-kebun durian tua di Pohulongo, tanda tempat menginap kami telah dekat. Bunga-bunga durian yang putih gading terhampar berguguran di atas tanah. Kepak kelelawar terdengar berseliweran. Ya, kelelawar memang penyerbuk alami durian.