Tuhan, tolong lindungi aku, Samantha membatin seraya menutup kedua mata erat. Hatinya juga tidak berhenti merapal doa-doa. Tidak lama setelah itu, irama angin perlahan kembali seperti semula. Kedua tangan Samantha juga berhenti bergetar. Keadaan sudah tenang.
Apa yang sebenarnya terjadi? tanyanya linglung setelah membuka kedua mata, kemudian menutup kembali jendela dengan cepat. Banyak pertanyaan yang muncul di pikirannya sekarang.
Apa pikiranku sudah teracuni oleh film horor? Apa dia hantu? Aku selalu berpikiran rasional. Tidak, dia bukan hantu! Tapi, bagaimana aku bisa berhalusinasi? Aku baik-baik saja.
***
Baiklah, Samantha terdiam sejak ia membukakan pintu untuk Jae Woon, yang keluar untuk membeli makanan. Sekarang, ia hanya mengaduk-ngaduk makanannya dengan malas sambil sesekali memasukkannya ke dalam mulut. Raut wajahnya nampak murung. Jae Woon mengernyitkan dahi. Tidak mengerti apa yang sebenarnya membuat gadisnya itu kalut. Mitos? Hantu? Rasanya tidak mungkin. Ia masih tetap memegang pendiriannya jika Samantha adalah gadis yang selalu berpikiran rasional.
“Apa yang kau pikirkan? Kau membuatku khawatir saja,” kata Jae Woon, memulai perbincangan. Samantha menghela napas sejenak sebelum menjawab pertanyaan. “Anniya.”
“Apa kau masih memikirkan mitos itu? Atau… sesosok lelaki yang mungkin kau pikir adalah hantu?” Jae Woon mencoba menebak.
Gadis yang masih mengaduk-ngaduk makanannya itu mengangkat wajahnya dan menatap lelaki di hadapannya tanpa minat. “Perasaanku tidak keruan. Entahlah, bagaimana tepatnya. Aku tidak bisa menjelaskannya.”
“Baiklah, habiskan makananmu lalu kita pulang,” titah Jae Woon seraya memegang pipi Samantha. Gadis itu hanya mengangguk malas.
***
“Jika tiba-tiba saja kita berpisah bagaimana?” Jae Woon bergumam dan membelalakkan kedua matanya. Merasa cukup kaget dengan pertanyaan itu.