Sementara Jae Woon membuka pintu apartemen yang terkunci, Samantha terus mengedarkan pandangannya pada sepanjang koridor, bahkan langit-langit juga dengan hati-hati. Seperti film horor yang sering ia tonton, kadangkala saat melihat langit-langit, hantu itu akan terlihat. Terlihat dengan wajah yang sangat menyeramkan sedang memperhatikan gerak-gerik ketakutan kita!
“Sam, ayo masuk.” Ajakan Jae Woon menyadarkan Samantha dari ketakutannya. Ia lantas berlari ke dalam apartemen. Jae Woon hanya bisa mengembuskan napas berat. Pertama, tentang mitos di pantai itu. Kedua, tentang sesosok lelaki yang dilihatnya di koridor tadi. Bagaimana bisa seorang Samantha yang selalu berpikiran rasional kalah begitu saja dengan hal-hal yang belum tentu kebenarannya?
Jae Woon menekuk lutut di hadapan gadisnya yang sedang menyandarkan tubuh di sofa. “Are you okay?” Samantha hanya mengangguk.
“Kau lapar?” Jae Woon melayangkan pertanyaan keduanya. Kembali, Samantha hanya mengangguk tanpa berniat mengalihkan pandangannya ke lelaki itu.
“Biar aku saja yang beli. Kau tunggu disini saja, ya?”
“Aku ikut.” Samantha menegakkan tubuh dengan cepat, lantas menggenggam pergelangan tangan aktor itu, mencegahnya pergi. Lelaki itu refleks menoleh dan membalikkan badan.
“Apa yang kau takutkan? Oh, ayolah, bahkan, kau tidak takut menonton film horor sendirian.” Jae Woon melepaskan genggaman tangan gadisnya perlahan, lalu memakai kacamata dan topi lagi untuk menyamarkan wajahnya.
Samantha mendengus. Ia terpaksa membiarkan Jae Woon pergi. Ia juga menggerutui dirinya sendiri yang tidak membeli makanan saat perjalanan pulang saja. Sekarang, karena kebodohannya itu, ia harus sendirian.
Samantha beranjak dari sofa untuk mengunci pintu, lalu memerhatikan ke sekeliling ruangan. Ia menghela napas. Sesosok lelaki tadi setidaknya tidak muncul tiba-tiba di hadapannya. Setelah itu, ia mulai mengecek satu persatu ruangan. Bahkan, sekarang ia sudah tersenyum puas atas pilihan lelakinya. Ruangan bergaya Elektik nampaknya sudah menghilangankan ketakutannya dengan cepat.
Dari dapur, Samantha beranjak ke jendela ruang tengah. Ia membuka tirainya lebar-lebar, dan membuka jendela dengan dua daun itu. Ia menghirup udara sore dengan angin semilir yang seakan membelai lembut wajahnya. Namun, semakin lama angin semilir itu berubah menjadi angin kencang yang terkesan membawa pertanda akan datangnya bencana. Seketika, Samantha membuka mata. Lantas, ia tertarik untuk merubah fokus pandangannya ke bawah.
Dan, sesosok lelaki yang berdiri di dekat pohon Palmsukses membuatnya terkaget. Lelaki itu mengarahkan pandangannya ke atas dan menatap tajam Samantha. Ia bergidik karena lelaki itu berpakaian serba hitam. Membuat kedua tangannya bergetar dan kakinya seolah terpaku di sana. Tidak ada yang bisa ia lakukan saat itu. Bahkan, bibirnya terasa kelu saat akan berucap.