Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Book Artikel Utama

"Mengarang itu Gampang", Buku yang Tak Lekang oleh Zaman

7 Januari 2025   09:53 Diperbarui: 7 Januari 2025   15:10 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Awalnya, saya merasa kurang nyaman saat membaca di smartphone. Cahaya dari ponsel pintar menyilaukan. Meskipun menggunakan mode baca, tetap saja mata merasa pedih dan cepat lelah ketika membaca.

Namun karena haus akan buku-buku berkualitas, saya tidak punya pilihan lain selain membaca buku-buku di iPusnas (Semoga Perpustakaan Nasional meningkatkan faktor kenyamanan membaca buku digital lewat iPusnas di kemudian hari).

Dan salah satu buku yang saya baca untuk kesekian kalinya adalah "Mengarang itu Gampang". Baru kali ini, sepanjang hidup saya, sampai detik saya menulis artikel ini, buku nonfiksi inilah yang sudah saya baca lebih dari tiga kali. Kalau buku fiksi, membaca ulang lebih dari tiga kali bukan soal. Tidak aneh. Tapi ini buku nonfiksi. Merupakan sejarah pencapaian bagi saya.

Semakin banyak membaca buku ini semakin menguatkan keyakinan saya bahwa mengarang atau menulis adalah "kebutuhan" dalam hidup saya. Tiada hari tanpa menulis. Menulis apa saja. Menuangkan unek-unek, pengalaman, sampai persinggungan dengan orang-orang di sekitar.

Semakin banyak menulis, semakin banyak hal-hal baru terungkap di dalam hati yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.

Hal-hal baru yang terungkap tersebut seperti misalnya saya tidak pernah berpikir kalau tulisan-tulisan saya yang, menurut saya, retjeh, ternyata bisa bermanfaat untuk orang lain. Minimal ada yang membaca dan memberi apresiasi saja sudah memberikan rasa syukur untuk saya.

Menang dalam kompetisi menulis? Yang ini malah sama sekali tidak pernah tebersit dalam otak saya.

Sejak kecil, saya merasa tidak punya kemampuan apa-apa. Meskipun saya bisa bermain gitar dan piano, namun keduanya terlihat biasa dan semenjana. Prestasi akademik? Tidak ada. Biasa-biasa saja. Malah saya bisa mengatakan kalau saya benci sekolah karena saat itu kondisi keuangan keluarga tidak sedang baik-baik saja dan kebanyakan guru di sekolah mengajar dengan metode yang menjemukan.

Menulis, meskipun awalnya saya membenci ketika saya berstatus pelajar Sekolah Dasar (SD), namun saya mendapatkan rasa nikmat dalam proses menulis ketika memasuki jenjang perguruan tinggi.

Harapan ke depan

Tentu saja, saya tetap berharap bisa terus menulis kapan pun dan di mana pun, Sejauh masih mampu. Selama jari jemari masih bisa "menari" di virtual keyboard smartphone atau keyboard di laptop. Selama otak masih bisa diajak menuangkan ide-ide; merangkai kata-kata; dan menyimpulkan buah pikiran dalam berbagai artikel secara utuh dan menyeluruh.

Harapan lain yang menjadi impian sejak usia dini adalah: artikel, cerpen, dan puisi saya bisa dimuat di Harian Kompas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun