L, kakak perempuan saya, salah seorang di antara saudara-saudara yang getol menyela saat saya bicara, terutama ketika dia tidak setuju dengan pendapat saya.
Karena jengkel dengan perlakuan itu, saya menulis sebuah artikel di Kompasiana berjudul "3 Langkah Efektif untuk Menjadi Pendengar yang Baik", lalu saya mengirimkan tautan tulisan ke WhatsApp L.
"Tolong kau baca ya," pinta saya pada L.
Setelah beberapa hari tidak berkabar, L menelepon, dan dia tidak memotong saat saya berbicara. Ada sesekali memotong, tapi masih dalam batas kenormalan.
Baru kali ini saya merasakan kekuatan dari sebuah tulisan.
Dengan orang-orang di luar keluarga selain memotong, ada hal lain yang mereka lakukan: mata memandang ke arah lain atau sibuk scroll-scroll layar hape.
Terlihat kebanyakan dari kenalan tidak antusias saat mendengarkan perkataan saya.
Asumsi saya, melihat dari kelakuan dan perkataan, mereka memandang "rupa" dan sisi finansial saya.
Yah, mau bagaimana lagi? Memang saya bukan dari kalangan "The Have". Saya bukan dari golongan berpunya. Untuk membeli hal remeh seperti ponsel saja, saya harus berpikir panjang kali lebar, menyesuaikan dengan isi dompet!
Cara suara bisa terdengar
Sindrom inferior sejak usia dini berlanjut sampai menjadi guru sambil kuliah. Minder karena tidak percaya pada kemampuan dan penampilan diri.
Namun, ada satu tindakan kecil yang ternyata, tanpa saya duga, mengubah hidup saya (jadi, jangan sepelekan hal kecil).