“Dari sini kalian belok kiri ke bawah, setelah jembatan nanti ada rumah makan.”
“Oke pak.”
“Eh... ada uang kalian kan?” Si Polisi berlagak basa-basi lagi.
“Adalah pak.”
Dona mengajak Fuad untuk bergegas. Sepertinya mereka senang sekali bisa meninggalkan poslantas ini. sementara aku? Aku tidak tahu apa yang bakal diperbuat polisi ini terhadap ku.
“Jalan kalian?” Tanya Polisi.
“Iya pak.”
“Lumayan jauh itu, naik motor saya saja kalian, tapi jangan dibawa kabur ya...”
Melihat motornya berkopling, mereka lebih memilih jalan kaki karena tidak bisa menggunakannya. Aku pernah belajar mengendarai motor berkopling, yaitu vespa yang pernah dimiliki almarhum ayah, tapi ketika masih SMA, setelah itu tidak pernah lagi, bisa dibilang aku juga canggung kalau menggunakan motor berkopling.
Fuad dan Dona berlalu, sementara aku menjadi tawanan di sini. Aku duduk di bangku beton sedang Pak Polisi duduk di bangku yang berdekatan dengan meja dan jendela, dari jendela yang menghadap ke Simpang Jantho tersebut sesekali ia memantau kendaraan yang lalu lalang.
“Meski pengamen, keren juga handphone-mu ya.” Ucap Pak Polisi saat melihat ku menggenggam Blackberry seri Gemini.