Logika sederhananya, bila kita yang mendukung dan menonton mereka merasakan kekecewan, apalagi mereka yang bermain. Pasti lebih kecewa lagi.
Tapi, selain riuh komentar warganet itu, saya mendapatkan temuan mengejutkan saat melakukan aktivitas scrolling di media sosial hari ini. Tepatnya Instagram.
Salah seorang presenter tayangan bulutangkis Olimpiade di salah satu stasiun televisi nasional, memposting sebuah berita dari media daring. Judul berita media itu bikin gedek-gedek kepala. "Reputasi bulutangkis Indonesia rusak gara-gara Pramel/Melati".
Duh, kenapa harus begitu juga judulnya. Sukar dipercaya. Tidak adakah pilihan judul yang lebih oke.
Saya yang pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran' memang tergilitik mengulas judul yang menurut saya tidak keren itu.
Merusak reputasi, benarkah?
Kalau Pramel tersingkir di fase grup alias gagal lolos di perempat final karena dikalahkan ganda bukan unggulan, judul begitu mungkin masih terdengar rasional, meski juga tidak seharusnya.
Lha ini, mereka tersingkir di perempat final dan lawannya adalah ganda campuran terkuat di dunia saat ini.
Atau, kalau memang niatnya untuk menggoda pembaca meng-klik berita itu, apa iya pembaca tertarik. Bukannya informasi Praveen/Melati tersingkir saja sudah cukup tanpa harus dibumbui macam-macam? Sebab, tidak semua orang bisa menonton laga itu.Â
Memang, judul itu pilihan masing-masing orang yang menulisnya. Atau mungkin juga pilihan editornya.
Namun, bagi saya, dalam ranah pemberitaan olahraga, penting untuk mengedukasi pembaca dengan informasi yang berbobot dan judul oke. Dan untuk bisa menulis berbobot, tentu penulisnya harus punya pemahaman dan referensi berbobot.